Arab Saudi dan Venezuela pun Mengeluhkan Subsidi BBM

Image title
Oleh
28 Agustus 2014, 17:01
Pertamina
Donang Wahyu|KATADATA
KATADATA | Donang Wahyu

KATADATA ? Harga bahan bakar minyak (BBM) Indonesia merupakan salah satu yang termurah di dunia. Padahal sejak 2005, status Indonesia adalah pengimpor minyak bersih sehingga memutuskan keluar dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada 2008.

Saat ini produksi minyak Indonesia berkisar 800 ribuan barel per hari, sementara konsumsinya justru melonjak hingga sekitar 1,4 juta barel per hari. Impor minyak yang meningkat ini semakin membebani tatkala harga minyak meroket ditambah nilai tukar rupiah yang melemah.

Alhasil, selisih harga ini membuat beban subsidi membengkak. Dalam RAPBN 2015, alokasi subsidi BBM mencapai Rp 291,1 triliun. Jumlah ini naik 18 persen dari APBN-P 2014 sebesar Rp 246,5 triliun. Hal ini yang kemudian mendorong presiden terpilih Joko Widodo mewacanakan kenaikan harga BBM.

Persoalannya, alokasi subsidi BBM yang tinggi menyebabkan ruang fiskal dalam APBN 2015 terbatas. Kondisi ini membuat Jokowi, panggilan akrabnya, sulit merealisasikan sejumlah program unggulan jika harga BBM tidak dinaikkan.

Beberapa program yang direncanakan Jokowi misalnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat. Demikian pula ingin menciptakan poros maritim dengan ide membangun tol laut, meningkatkan kapasitas pertanian, serta program infrastruktur lainnya.

Persoalan subsidi sebetulnya tidak hanya menghantui Indonesia, tetapi juga negara-negara produsen minyak seperti Arab Saudi dan Venezuela. Kedua negara ini merupakan negeri paling kaya minyak. Berdasarkan data OPEC, cadangan minyak terbukti mereka mencapai di atas 250 miliar barel atau 70 kali lipat dari cadangan yang dimiliki Indonesia.

Menurut catatan Bloomberg, harga BBM di Venezuela hanya sebesar 1 sen dolar AS atau sekitar Rp 116 per liter. Murahnya harga BBM di sana merupakan peninggalan kebijakan populis Presiden Hugo Chaves yang membuat penggantinya Nicolas Maduro kesulitan melakukan perubahan. Adapun jika tidak melakukan reformasi perekonomian Venezuela mendapatkan tekanan berat.

Persoalannya meski memiliki cadangan terbesar (298 miliar barel per hari), produksi minyak Venezuela hanya 2,8 juta barel per hari. Ini disebabkan kebijakan Chaves yang menasionalisasi perusahaan minyak asing menyebabkan investasi di sektor migas di negara itu turun. International Energy Agency (IEA) memperkirakan produksi minyak Venezuela akan turun menjadi 1,3 juta-1,4 juta barel per hari pada 2020.

Sementara rata-rata konsumsi BBM Venezuela mencapai 800 ribu barel per hari. Berdasarkan perhitungan IEA, dalam setahun karena tidak menjual BBM dengan harga pasar, rata-rata subsidi yang ditanggung PDVSA mencapai US$ 20 miliar. Hal ini, seperti dikutip dari Forbes, menggelembungkan utang perusahaan minyak tersebut dari US$ 15,5 miliar pada 2008 menjadi US$ 43 miliar pada akhir 2013.

Halaman:
Reporter: Aria W. Yudhistira
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...