Saham BRI Tertekan Aksi Ambil Untung

Image title
Oleh
5 Agustus 2014, 11:18
Bank BRI KATADATA | Agung Samosir
Bank BRI KATADATA | Agung Samosir
KATADATA | Agung Samosir

KATADATA ? Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) terimbas aksi ambil untung. Dalam lima hari perdagangan  terakhir, saham berkode BBRI tersebut sudah turun 6,2 persen. Pada perdagangan hari ini pun, hingga pukul 10.45 saham BRI kembali mengalami penurunan sebesar 0,91 persen.

?Penurunan ini normal, investor lakukan profit taking karena saham BRI sudah naik terlalu tinggi,? kata Raymond Budiman, analis Panin Sekuritas, saat dihubungi Katadata, Selasa (5/8).

Harga saham BRI tercatat mencapai level Rp 11.700 per saham pada 21 Juli lalu, atau naik 17 persen dalam jangka sebulan. Ini merupakan harga tertinggi sejak bank milik pemerintah mencatatkan sahamnya di lantai bursa pada 10 November 2003.

Menurut Raymond, turunnya harga saham BRI tersebut tidak disebabkan oleh faktor fundamental perseroan. Pada kuartal II-2014, BRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 11,7 triliun atau tumbuh sebesar 17,1 persen. Ini sekaligus menjadikannya sebagai bank BUMN yang mencatatkan pertumbuhan laba paling tinggi.

Dia memperkirakan kinerja BRI akan semakin berkilau seiring dengan pergantian pemerintahan. Terpilihnya Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi, dikenal sebagai tokoh yang memiliki perhatian terhadap rakyat kecil. Hal ini memberikan sentimen positif bagi BRI yang mana selama ini dikenal sebagai bank yang fokus menggarap segmen mikro.

Raymond memperkirakan rasio harga saham terhadap nilai buku  atau price to book value (PBV) BRI akan mencapai 3,3 kali, naik dari perkiraan sebelumnya 2,8 kali. ?Oleh karena itu, kami merekomendasikan beli dengan target harga Rp 13.000 per saham. Tahun ini menjadi tahun positif bagi BRI,? tuturnya.

Rekomendasi serupa juga disarankan Budi Rustanto, analis ValburyAsia Securities. Dia memperkirakan saham BRI akan mencapai Rp 12.500 per saham dengan potensi upside sebesar 9,9 persen.

?Kami lihat target pertumbuhan BRI yang konservatif pada 2014 menjadi strategi yang tepat karena industri perbankan Indonesia saat ini menghadapi tekanan likuiditas yang berpotensi menekan margin bunga bersih perbankan,? seperti dikutip dari risetnya beberapa waktu lalu. 

Reporter: Aria W. Yudhistira
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...