Pakar Hukum Tata Negara: Wacana Tunda Pemilu Hanya Permainan Politik

Aryo Widhy Wicaksono
21 Maret 2022, 16:10
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis memberikan pandangan kepada JPU saat menjadi saksi untuk sidang lanjutan kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis memberikan pandangan kepada JPU saat menjadi saksi untuk sidang lanjutan kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Wacana untuk menunda pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan memperpanjang masa jabatan Presiden menjadi tiga periode, dinilai hanya sebagai permainan politik. Menurut Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Khairun, Margarito Kamis, mewujudkan wacana tersebut akan memiliki banyak implikasi hukum.

Margarito menjelaskan, usulan untuk mengubah konstitusi dalam lingkup kepentingan politik lumrah dilakukan. Sebab, wacana untuk memperpanjang masa jabatan Presiden tidak hanya terjadi kali ini. Tahun lalu, polemik serupa juga sempat mencuat, lalu hilang tanpa hasil konkrit.

Advertisement

Sedangkan secara hukum tata negara, mengubah konstitusi akan memiliki konsekuensi hukum yang serius, karena berimbas kepada aturan turunannya. "Ini mainan politik," ujar Margarito Kamis kepada Katadata, Senin (21/3).

Margarito tidak menganggap serius wacana yang sedang dibangun kalangan elit partai politik ini. Ia justru melihat isu ini sengaja digulirkan untuk memeriksa bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat.

"Cek ombak, lalu lihat-lihat, kalau memungkinkan dimainkan terus," ucapnya.

Menurut Margarito, tidak ada lembaga maupun individu yang memiliki wewenang untuk mengubah konstitusi secara sepihak, apapun alasannya. Apalagi, jika hanya mengacu kepada klaim mengenai adanya dukungan besar dari masyarakat berdasarkan big data, agar Presiden Joko Widodo terus memimpin negeri ini.

Klaim dukungan pada big data ini dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves) Luhut Binsar Pandjaitan.

"Mau menggunakan big data, atau big apa, selama tidak ada kewenangannya, itu tidak bisa dilakukan," ucapnya.

Secara hukum, jika mengacu pada ketentuan saat ini, Pasal 22E UUD 1945 mengatur pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Sementara untuk jabatan Presiden, Pasal 7 UUD '45 sesuai amandemen keempat menjelaskan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Halaman:
Reporter: Aryo Widhy Wicaksono
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement