Aturan Hak Penerbit Dibutuhkan untuk Dorong Kemandirian Media Digital

Image title
5 April 2022, 20:01
Pedagang menyusun tumpukan koran di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Senin (27/7/2020).
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Pedagang menyusun tumpukan koran di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Senin (27/7/2020).

Transformasi media massa konvensional ke arah digital menghadirkan berbagai platform yang menawarkan beragam kecanggihan. Namun di sisi lain, keberadaan platform tersebut dinilai bersifat disruptif, atau menganggu gaya hidup media konvensional.

Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan International Dewan Pers, Agus Sudibyo, dalam bukunya berjudul "Dialektika Digital" melihat ada hubungan kompleks antara industri media dengan platform digital, sehingga menggunakan istilah frenemy untuk menggambarkan relasi ini. Kata ini berasal dari gabungan dari friend (teman) dan enemy (lawan).

Sebab Agus merasa transformasi digital sebagai sebuah keniscayaan, sehingga media massa juga perlu membangun kemandirian relatif terhadap platform digital, baik secara teknologi, bisnis, maupun dari sisi jurnalistik. Kemandirian relatif diperlukan agar tercipta sinergi, tetapi tidak membuat media terlalu bergantung kepada platform digital.

Untuk mendukung terwujudnya kemandirian relatif ini juga membutuhkan dukungan dari sisi kebijakan. Dukungan kebijakan ini dapat berupa publisher right atau hak penerbit, undang-undang perlindungan data pribadi, serta social media law.

“Itu adalah unsur-unsur regulasi di mana negara hadir untuk menyehatkan ekosistem media, dan untuk menjaga ruang publik yang beradab,” ujar Agus pada acara bedah buku karyanya berjudul "Dialektika Digital", Selasa (5/4).

Buku ini mengupas kondisi industri jurnalisme Indonesia di tengah gempuran platform digital. Bagaimana industri pers bekerja dan pengaruh platform digital terhadap berita. Menurutnya, di tengah disrupsi platform digital terhadap media konvensional, media tetap harus bertahan menghadapi dialektika ini.

Melalui buku ini, Agus mendorong platform digital mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih besar, karena selain menjadi perusahaan teknologi, mereka juga penerbit.

Dia memberikan contoh bagaimana bentuk sinergi antara pembuat kebijakan untuk mempertahankan media di tengah disrupsi tersebut. 

Dalam konteks pandemi Corona Virus Desease-19 (Covid-19), ketika kondisi menjadi serba digital, Selandia Baru dan beberapa negara di Eropa memberikan insentif kepada industri media. Mereka sadar bahwa informasi merupakan kunci dalam penanganan pandemi.

“Negara hadir untuk memberikan insentif dengan syarat perusahaan media tidak boleh memecat wartawannya,” kata Agus.

Halaman:
Reporter: Ashri Fadilla
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...