Menganalisis Big Data Sebagai Aspirasi Publik

Aryo Widhy Wicaksono
13 April 2022, 13:16
Ilustrasi big data
123RF.com/melpomen

Isu big data terkait wacana penundaan Pemilihan Umum 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden kembali mencuat setelah terjadi percakapan antara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI).

Anggota BEM UI meminta Luhut untuk membuka ke publik big data yang berisi beragam percakapan di media sosial, mengenai dukungan untuk penundaan pemilu serta presiden tiga periode.

Meski demikian, Luhut enggan membongkar dari mana data tersebut berasal. "Kamu tidak berhak menuntut saya (membuka data) karena saya punya hak untuk itu," kata Luhut seperti disiarkan oleh Kompas TV, Selasa (12/4).

Terlepas dari polemik mengenai big data ini, mungkinkah melihat percakapan publik di media sosial dan menganalisis kecenderungan umum yang ada sehingga menjadikannya sebagai aspirasi masyarakat?

Menurut peneliti teori kompleksitas dan Pendiri Bandung Fe Institute, Hokky Situngkir, percakapan di media sosial dapat menjadi gambaran aspirasi masyarakat jika dianalisis menggunakan metodologi yang tepat.

"Berbicara tentang 'data' sendiri, berbagai metodologi sains/matematika terapan dapat diterapkan demi konteks validitasnya," jelas Hokky kepada Katadata, Selasa (12/4).

Berdasarkan data We are Social, Indonesia memiliki populasi lebih dari 277 juta jiwa, dengan penetrasi komunikasi digital mencapai 204,7 juta pengguna internet. Di antara pengguna tersebut, 191,4 juta warga mengakses media sosial seperti facebook, instagram, dan twitter.

Menurut Hokky, big data merupakan kumpulan informasi. Maka dengan populasi Indonesia yang sangat besar, percakapan masyarakat di media sosial dapat disaring untuk menganalisis opini publik yang terbentuk.

"Menjadi sangat dimungkinkan dan bisa sangat efektif menyerap aspirasi masyarakat. Semua tentu ditentukan oleh metode komputasional yang diterapkan atas data-data tersebut," jelasnya.

Bandung Fe Institut beberapa kali dalam forum komunitas kajian ilmiah, sudah mengulik, mengkonstruksi, serta menggubah berbagai model analisis terhadap media sosial untuk memperoleh wawasan mengenai sikap dan kelakuan masyarakat.

Hal ini diperlukan sebagai landasan untuk mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia.

Termasuk analisis media sosial dalam bidang sikap atau afinitas politik warga, mengenai wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

"Approval rate pemerintah saat ini memang tergolong luar biasa tinggi," ungkapnya.

Halaman:
Reporter: Aryo Widhy Wicaksono, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...