Mewanti-wanti Transparansi Penunjukkan Penjabat Kepala Daerah
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) secara serentak pada 2024 mendatang, Pemerintah akan menunjuk Penjabat untuk 272 kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum pelaksanaan Pemilu.
Dari jumlah tersebut, Mei ini ada 49 kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya. Mereka terdiri dari 5 gubernur serta 44 bupati dan wali kota.
Kelima gubernur yang akan berakhir pada 15 Mei nanti adalah Gubernur Banten Wahidin Halim, Gubernur Sulawesi Barat Ali Baal Masdar Anwar, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan, serta Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota telah mengatur untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah, pemerintah perlu menunjuk Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Sedangkan untuk Penjabat Bupati dan Wali Kota akan berasal dari pimpinan tinggi pratama.
Menyangkut aturan ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menjelaskan bahwa pihaknya akan memberikan tiga nama calon kepada Presiden. Nantinya, Presiden Joko Widodo yang akan memilih penjabat gubernur.
Berbeda untuk penjabat bupati dan wali kota, yang akan dipilih Kemendagri secara langsung setelah menerima usulan dari gubernur.
Akan tetapi, sepekan sebelum berakhir masa jabatan kepala daerah ini, pemerintah hingga kini belum juga membuka ke publik nama-nama calon penjabat. Padahal, menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benny Irwan, proses seleksi sudah pada tahap review akhir.
Meski tidak ada aturan yang mewajibkan Kemendagri mempublikasikan nama calon penjabat kepala daerah, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mewanti-wanti, agar pemerintah membuka ke publik nama-nama calon penjabat untuk menjaga proses penunjukkan memperhatikan unsur demokratis, transparan, akuntabel, dan memperhatikan aspirasi daerah.
"Mestinya pengisian penjabat tidak ekslusif hanya melibatkan eksekutif," jelasnya kepada Katadata, Senin (9/5).
Selama ini, publik hanya mengetahui bahwa nama penjabat kepala daerah akan terpilih melalui serangkaian seleksi, tetapi pemerintah terkesan tertutup mengenai rangkaian proses seleksi yang sedang berjalan. Termasuk mengenai tata cara menjaring nama calon, serta kriteria pemilihan.
Titi khawatir, tanpa proses yang transparan penunjukkan Penjabat Kepala Daerah berpotensi menciptakan kecurigaan, karena ketiadaan partisipasi publik dalam membantu menelusuri rekam jejak calon tersebut. Apalagi, para penjabat akan menduduki posisi strategis hingga lebih dari dua tahun.
Selain itu, mereka akan menjadi pemerintahan transisi dalam menyambut agenda politik besar yaitu Pemilu 2024.
"Kita tidak ingin Penjabat dikaitkan dengan politik partisan atau politik praktis," ungkap Titi.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo sudah sempat menyoroti masa peralihan kepemimpinan di daerah menuju pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
Jokowi ingin kandidat penjabat kepala daerah terseleksi dengan baik sehingga memiliki kualitas dan siap mengatasi persoalan situasi daerah maupun nasional.
"Seleksi figur-figur penjabat daerah betul-betul dilakukan dengan baik, sehingga kita mendapatkan penjabat daerah yang capable, memiliki leadership yang kuat, dan menjalankan tugas yang berat di tengah situasi ekonomi global yang tidak mudah," jelas Jokowi saat memberikan arahan pada rapat koordinasi persiapan Pemilu 2024 yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (10/3).
Berikut daftar masalah mendesak untuk pemimpin nasional 5 tahun ke depan: