Tak Ingin Buru-buru Berkoalisi, Demokrat Berpotensi Gandeng PKS

Aryo Widhy Wicaksono
18 Mei 2022, 15:33
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (kanan) usai melakukan pertemuan di Widya Candra, Jakarta, Sabtu (7/5/2022).
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (kanan) usai melakukan pertemuan di Widya Candra, Jakarta, Sabtu (7/5/2022).

Proses komunikasi di antara petinggi partai politik terus meningkat menjelang proses pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Meski pemungutan suara masih pada 14 Februari 2024, tetapi upaya untuk saling mendekat, saling timbang, serta tawar menawar politik sudah berjalan.

Kesepakatan koalisi telah dibangun antara Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Poros koalisi pertama untuk Pemilu 2024 ini menamakan diri Koalisi Indonesia Bersatu.

Menanggapi kehadiran koalisi tersebut, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan partainya menghargai terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu. Akantetapi, pihaknya tak ingin buru-buru membangun koalisi.

"Saya lebih baik tidak tergesa-gesa, karena daripada seolah-olah cepat, kemudian cepat terbentuk, cepat juga bubarnya. Saya berharap lebih baik kami berproses dengan baik," kata AHY di Medan, seperti dikutip Antara, Senin (16/5).

Melihat situasi ini, Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, memprediksi Partai Demokrat akan membangun koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sebab kedua partai itu sudah memiliki sejarah panjang dalam membangun koalisi berpolitik. Dimulai saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih memimpin di 2004, hingga menjadi oposisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini.

"Sebagai sesama oposisi, boleh jadi mereka punya kesamaan," ujar Emrus, saat dihubungi Rabu (18/5).

Namun, tantangan kedua partai ini adalah memenuhi Presidential Treshold atau ambang batas mencalonkan presiden, yang saat ini berada di 20% kursi kabinet. Jika bergabung, kursi Demokrat maupun PKS masih kurang untuk mengusung Capres sendiri.

Hal ini juga membuat daya tawar secara politik kedua partai ini menjadi lemah.

Emrus menilai, pilihan lain jika Demokrat tidak berkoalisi dengan PKS, maka mereka akan merapat ke parpol yang punya daya tawar politik lebih besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gerindra atau Golkar.

Kesempatan Demokrat dan PKS untuk bergabung dengan Golkar, PAN, dan PPP masih terbuka lebar. Selain karena koalisi ini masih membuka diri untuk partai lainnya bergabung,  kedua partai tak memiliki luka sejarah atau masalah serius di masa lalu.

Apabila berkoalisi dengan PDIP, keduanya akan berpisah jalan. Kemungkinan Demokrat untuk merapat ke PDIP sangat kecil. Berdeda dengan PKS yang sudah membangun komunikasi politik yang bagus dengan beberapa partai lain, termasuk PDIP.

 Jika dibandingkan dengan Demokrat, PKS lebih fleksibel untuk merapat ke sejumlah parpol besar karena memiliki daya tawar lebih berdasarkan kominikasi yang sudah dibangun.

Namun berdasarkan hubungan di masa lalu, "PKS akan lebih mendekat ke Gerindra," ucapnya.

Hal ini juga sejalan dengan komunikasi yang dibuat PKS sebelumnya terkait sosok capres pilihan partai tersebut. Ketua DPP PKS Al Muzzamil Yusuf menjelaskan PKS mempertimbangkan akan mengusung sosok militer menjadi calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2024 untuk memenuhi keinginan publik.

Simak juga data jumlah Parliamentary Threshold dalam pemilu Indonesia

Reporter: Aryo Widhy Wicaksono

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...