AS Kirim Roket Canggih ke Ukraina, Jangkau Target 80 Km
Di tengah meningkatnya pertempuran di Ukraina, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengkonfirmasi akan mengirimkan bantuan persenjataan, berupa sistem roket canggih jarak menengah. Bantuan ini menanggapi permintaan dari pejabat Ukraina yang menyatakan pihaknya membutuhkan senjata untuk mencegah pergerakan pasukan Rusia di kawasan timur negara ini.
Menyitir Washington Post, Biden mengatakan sistem roket dan amunisi dengan teknologi canggih ini dapat menentukan target musuh dengan jarak hampir 80 kilometer.
Menurut Biden, senjata ini memungkinkan Ukraina, “Untuk lebih tepat menyerang target utama di medan perang.”
Bantuan diberikan setelah pejabat Ukraina memberikan jaminan, bahwa mereka tidak akan menggunakan senjata tersebut untuk menyerang sasaran di dalam kawasan Rusia, kata seorang pejabat senior AS.
Sebab tindakan tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya eskalasi dalam konflik, dan berpotensi memprovokasi Rusia untuk membalas pasukan atau sekutu AS yang tergabung dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO).
“Kami tidak mencari perang antara NATO dan Rusia,” tulis Biden dalam sebuah esai di The New York Times, yang diterbitkan Selasa (31/5).
Melansir Guardian, sistem roket artileri mobilitas tinggi jarak menengah ini akan menjadi bagian dari bantuan keamanan senilai US$700 juta atau sekitar Rp10 triliun untuk Ukraina. Bantuan ini mencakup helikopter, sistem senjata anti-tank Javelin, kendaraan taktis, suku cadang dan banyak alat persenjataan lainnya. Termasuk amunisi, radar anti tembakan, sejumlah radar pengawasan udara, rudal anti-tank Javelin tambahan, serta senjata anti-pelindung.
Paket senjata ini rencananya secara resmi diluncurkan pada Rabu (1/6).
AS menjadi negara yang paling banyak memberikan bantuan senjata kepada Ukraina, menurut data Kiel Institute for the World Economy. Bantuan senjata dari AS untuk Ukraina mencapai 3,03 miliar Euro atau sekitar Rp46,3 triliun.
AS setuju untuk menyerahkan bantuan ini setelah Gubernur Luhansk, Serhiy Gaidai, mengatakan pasukan Rusia telah menguasai sebagian besar kota utama di timur Sievierodonetsk, setelah melalui pertepmuran sengit.
Gaidai telah berulang kali menyampaikan seruan kepada penduduk agar tinggal di tempat penampungan, setelah dia menyebutkan serangan udara Rusia menghantam tangki asam nitrat, sehingga berpotensi melepaskan asap beracun.
Dalam sebuah unggahan di aplikasi Telegram, dia menambahkan foto awan merah muda besar di atas bangunan tempat tinggal penduduk.
Sementara itu, Wali Kota Oleksandr Striuk, mengatakan artileri mengancam kehidupan ribuan warga sipil yang masih berlindung di kota hancur tersebut, karena evakuasi tidak mungkin dilakukan di tengah pertempuran.
"Situasinya sangat serius dan kota ini pada dasarnya dihancurkan dengan kejam blok demi blok," ujar Striuk seperti dikutip Guardian.
Striuk memperkirakan sekitar 13.000 orang bertahan di kota yang memiliki populasi sebelum perang mencapai 100 ribu. Dia juga mengungkap kesulitannya untuk mendata korban sipil di tengah penembakan yang terjadi sepanjang waktu.
Sejauh ini, menurutnya lebih dari 1.500 orang yang meninggal di kota karena berbagai sebab, telah dikuburkan sejak perang dimulai pada Februari.