Insting Surya Paloh Dinilai Salah Satu Alasan Prabowo Dekati Nasdem
Bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila, Rabu (1/6) lalu, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, menemui Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, di Nasdem Tower, Menteng, Jakarta Pusat. Pertemuan ini berlangsung cukup lama, hampir lima jam kedua tokoh ini berbincang-bincang menyangkut kemungkinan koalisi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Pertemuan tersebut dinilai Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, memiliki substansi serius karena menyangkut persoalan calon presiden (capres) yang akan diajukan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Oleh sebab kedua partai belum bisa mengajukan calon karena terhalang aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden, maka ada kemungkinan pertemuan tersebut mengarah kepada penjajakan koalisi.
Akan tetapi, pembicaraan terkait koalisi, dianggap Jamil masih pada tahap awal yang masih perlu tindak lanjut para elit partai dari kedua kubu.
“Biasanya pembicaraan itu kan tidak mungkin di Ketum (ketua umum) kedua belah pihak. Itu akan dibicarakan oleh level yang lebih rendah,” kata Jamil kepada Katadata.co.id pada Kamis (2/6).
Namun yang menjadi perhatiannya adalah kedatangan Prabowo menemui Surya Paloh, menyiratkan betapa pentingnya peran Ketum Nasdem tersebut bagi sang Purnawirawan Jenderal. Pentingnya peran Surya Paloh dapat dikaitkan dengan insting politiknya yang dinilai baik.
Hal tersebut dapat dilihat dari calon-calon pemimpin yang diusung Nasdem, baik dalam kontestasi Pilpres maupun Pemilihan Gubernur (Pilgub), seperti Jokowi dan Ridwan Kamil.
“Jadi artinya Surya Paloh itu kerap tidak salah memilih calon yang akan dia usung. Mungkin atas dasar itu, Prabowo ingin berdiskusi dengan Surya Paloh,” jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Politk dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam melihat bahwa pertemuan kedua pimpinan partai bukan sebagai seremonial belaka. Namun, pertemuan itu merupakan langkah konkrit penjajakan koalisi untuk Pemilu 2024, karena keduanya dinilai memiliki kedekatan masa lalu.
“Keduanya dulu pernah menjadi kader Golkar, hingga keduanya keluar dengan membentuk parta masing-masing,” kata Umam saat dihubungi Katadata.co.id pada Kamis (2/6).
Meski memiliki kedekatan tersendiri, Umam tetap sangsi jika keduanya akan bersatu dalam sebuah koalisi. Sebab, Prabowo dan Surya Paloh memiliki cara pandang dan model pendekatan yang berbeda dalam berpolitik.
“Ingat, salah satu pihak yang terus mengingatkan bahaya eksploitasi politik identitas di Pilpres 2019 adalah Surya Paloh. Demikian pula ketika Prabowo mengajukan proposal masuk di pemerintahan Jokowi jilid 2 pascakekalahannya di Pilpres 2019, salah satu yang merasa keberatan adalah Paloh,” ujar Umam yang juga merupakan Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC).
Oleh sebab itu, cairnya suasana di antara keduanya merupakan bentuk dari visi politik kebangsaan yang berbeda secara fundamental. Selain tentunya upaya untuk dapat memenuhi presidential treshold. Jika berkoalisi, perolehan kursi kedua partai politik ini cukup untuk memenuhi syarat. Sebab Gerindra memiliki 78 kursi (13,57%), dan Nasdem sebanyak 59 kursi (10,26%).
Kecilnya kemungkinan koalisi di antara Gerindra dan Nasdem disebabkan idealisme Surya Paloh yang enggan langkahnya terkunci oleh pihak yang ingin mencalonkan diri. Hal itu pula yang menjadi penyebab Nasdem hingga kini menolak bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), karena sedari awal dinilai ingin mengunci langkah partner koalisinya, demi memuluskan jalan Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto menjadi capres.
“Dalam konteks pertemuan dengan Prabowo, saya juga berkeyakinan Paloh menolak dikunci langkahnya demi pencapresan Prabowo,” jelas Umam.
Akan tetapi, mengingat proses Pemilu masih panjang, dia tetap melihat pertemuan ini belum dapat dijadikan patokan karena dinamika politik masih terus berjalan, sehingga saja segala kemungkinan masih dapat terjadi.
Sebelumnya, Surya Paloh telah menjelaskan beberapa hal terkait topik pembahasan dalam pertemuannya dengan Prabowo pada Rabu (1/6). Dirinya membuka kemungkinan kerja sama bagi Gerindra, sebab kedua partai memiliki kesaman visi dalam mengawal pembangunan bangsa. Hal tersebutlah yang menjadi modal bagi keduanya untuk membahas berbagai kemungkinan kerja sama.
“Tidak hanya terbatas pada hubungan kami pribadi, tapi juga masalah-masalah strategis bagi kepentingan kemajuan bangsa dan negara kita,” kata Paloh.
Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto pun menyampaikan hal yang senada dengan Surya Paloh. Menurutnya, pertemuan itu dipenuhi dengan suasana penuh keakraban di antara dua pihak.
Meski pernah memiliki perbedaan pandangan dalam urusan politik, Prabowo mengakui bahwa di antara dirinya dan Surya Paloh tetap memiliki komitmen yang sama, yaitu mencintai bangsa Indonesia.
Pada kesempatan ini, Prabowo bahkan menyinggung soal kriteria capres mendatang yang harus menjiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. "Kalau bisa yang berpengalaman," ucapnya.