Mantan Wamen Era SBY Minta PBNU Bantu Atasi Konflik Agraria di Kalsel

Aryo Widhy Wicaksono
15 Juni 2022, 22:20
Denny Indrayana
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.
Denny Indrayana

Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Mafia Tanah di Kalimantan Selatan (Kalsel), mendatangi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Mereka meminta bantuan advokasi, terkait persoalan konflik agraria terkait sengketa lahan pertanian yang melibatkan perusahaan sawit dan tambang batubara.

Koalisi yang dipimpin pengacara dari Integrity Law Firm, Denny Indrayana, turut mengajak sejumlah petani, dan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Saat audensi dengan pengurus PBNU, Denny mengungkapkan keadaan di Kalimantan Selatan sudah dalam kondisi darurat mafia. Mulai dari mafia tanah untuk sawit, juga mafia lahan untuk tambang batubara.

Denny menggambarkan kondisi masyarakat di daerah itu pun kontras dengan perusahaan-perusahaan sawit dan batubara yang beroperasi di sana. "Kapal-kapal pengangkut batubara lewat di sungai, di mana di tepi sungai itu hidup masyarakat miskin. Padahal batubara itu memiliki nilai yang demikian besar," kata Denny menjelaskan melalui keterangan resmi di kantor PBNU, Rabu (15/6).

Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada era Presiden Susilo Yudhoyono ini, sejumlah tambang dan sawit di Kalimatan Selatan itu dikuasi sejumlah pengusaha besar, yang memiliki pengaruh terhadap kekuasaan. Indikasinya dia klaim berdasarkan sejumlah kasus telah dilaporkan ke penegak hukum, tetapi belum terlihat adanya ttindak lanjut konkrit.

Denny bahkan menyebut ada kasus yang sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Padahal kasus korupsinya terang benderang, konstruksi hukumnya jelas," klaim pemilik Integrity Law Firm ini.

Untuk itu, Denny berharap PBNU dapat membantu menangani beragam persoalan yang ada di Kalimanten Selatan ini.

Pada kesempatan ini, salah seorang petani yang hadir menceritakan pengalamannya. Dia harus rela lahan seluas 20 hektar diserobot pengusaha sawit. Terhadap peristiwa yang sudah terjadi sejak dua tahun lalu itu, hingga kini belum jelas pembayaran ganti ruginya. "Saat ditanya berulang-ulang dijawab 'nanti akan diselesaikan'" kata dia yang enggan menyebutkan namanya.

Dia menyatakan peristiwa serupa juga terjadi terhadap petani lainnya. Mereka bahkan mendapatkan ganti rugi Rp 35 ribu untuk satu tanaman sawit yang dimilikinya. "Tanahnya tidak diganti," katanya.

Halaman:
Reporter: Aryo Widhy Wicaksono
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...