KPK Pastikan Punya Cukup Bukti untuk Menyidik Kasus Mardani Maming
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melarang Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H. Maming, bepergian ke luar negeri. Permintaan ini dilakukan terkait kasus dugaan korupsi yang kini tengah disidik KPK.
Menurut Pelaksana Tugas (plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, permintaan kepada imigrasi untuk melakukan cegah dan tangkal (cekal), tentunya dilakukan setelah penyidik memiliki alat bukti yang cukup. Menurut Ali, tim penyidik KPK sudah memiliki minimal dua alat bukti sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Kuhap).
Alat bukti berdasarkan KUHAP bisa berupa keterangan dari saksi, ahli, ataupun terdakwa, serta surat maupun petunjuk lainnya.
"Kemudian bahwa suatu kasus naik ke tahap penyidikan, tentu karena kecukupan minimal dua alat bukti dimaksud," kata Ali dalam keterangan resmi, Selasa (21/6).
Dalam perkara ini, bahkan penyidik telah menetapkan dua orang tersangka, karena diduga terkait dengan proses penyidikan perkara korupsi yang sedang ditangani KPK. Meski Ali tidak dapat menyebutkan identitas maupun kasus yang tengah dalam proses penyidikan ini, dia mengakui KPK telah menetapkan tersangka.
"Proses penyidikan tersebut benar, sudah ada tersangka yang ditetapkan," jelasnya.
Meski begitu, Ali belum dapat mengungkap pihak-pihak yang menjadi tersangka, termasuk dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan para pihak tersebut.
Menurutnya, tim penyidik saat ini masih terus mengumpulkan dan melengkapi alat bukti untuk melengkapi berkas perkara yang masih dalam proses penyidikan.
"Akan kami sampaikan pada waktunya nanti ketika penyidikan ini cukup dan dilakukan upaya paksa baik penangkapan ataupun penahanan," ujarnya.
Ali memastikan, KPK memegang prinsip bahwa menegakkan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum.
"Namun sebaliknya, para pihak terkait dapat kooperatif agar proses penanganan perkara ini dapat berjalan secara efektif dan para pihak segera mendapatkan kepastian hukum," kata Ali.
Sebelumnya, Dalam proses penyelidikan ini, Mardani telah dimintai keterangan KPK, terkait jabatannya saat menjadi Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, pada periode 2010 -2015 dan 2016-2018.
Permintaan keterangan dilakukan setelah nama Maming disebut-sebut menerima uang pelicin untuk mengurusi pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Prolindo Cipta Nusantara (PCN). Mardani melalui kuasa hukumnya sudah membantah tudingan ini.
Menyitir Antara, Mardani Maming sebelumnya telah menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa eks Kadis Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalsel, Senin (25/4).
Mardani hadir kala itu untuk menjelaskan penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011. SK tersebut terkait dengan Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT PCN.
Dalam persidangan sebelumnya, Jumat (13/5), adik mantan Direktur Utama PT PCN, almarhum Henry Soetio, bernama Cristian Soetio, menyebut Mardani menerima Rp89 miliar. Cristian yang kini menjabat sebagai Direktur PT PCN menyebut aliran dana ini diserahkan melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).
Nama keluarga Mardani tercatat sebagai pemilik saham mayoritas PT PAR sejak 8 Juli 2021. Dalam data pemegang saham tersebut tercatat nama kakak Mardani yakni Syafruddin sebagai direktur dengan kepemilikan saham 340 lembar sebesar Rp 170.000.000.
Terkait kasus ini merugikan negara sebesar Rp. 27,6 Miliar