Ahli: Misi Jokowi ke Eropa untuk Menjaga Kesuksesan G20

Aryo Widhy Wicaksono
4 Juli 2022, 08:38
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) dan Perdana Menteri India Narendra Modi (kanan) memakai sabuk pengaman saat berada di helikopter militer tipe Sikorsky CH53Êuntuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 ke-48 di Munich, Jerman, Senin (27/6/2022).
ANTARA FOTO/Biro Pers Setpres/Laily Rachev/Handout/sgd/rwa.
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) dan Perdana Menteri India Narendra Modi (kanan) memakai sabuk pengaman saat berada di helikopter militer tipe Sikorsky CH53Êuntuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 ke-48 di Munich, Jerman, Senin (27/6/2022).

Presiden Joko Widodo pada pekan lalu telah menghadiri sejumlah pertemuan dengan beberapa petinggi negara dunia di Eropa, yakni forum G7 di Jerman, serta melanjutkan pertemuan bilateral dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dan selanjutnya berdiskusi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Secara khusus, berbagai pertemuan tersebut menjadi krusial terhadap posisi Indonesia sebagai Presidensi G20, untuk menyukseskan agenda KTT pada November mendatang di Bali. Namun secara umum, perjalanan Jokowi juga akan menentukan arah perbaikan kondisi ekonomi dan perdamaian dunia.

Menurut Pengamat Politik dan Internasional dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam, kondisi global saat ini membuat peran Indonesia sebagai Presidensi G20 memiliki beban tanggung jawab yang lebih besar.

"G20 tidak seperti yang ada sebelumnya, karena tidak ada dinamika yang intens, yang membuat kita berdampak terhadap keamanan global, dan kebangkitan ekonomi global setelah Covid-19," ujar Umam dalam diskusi publik, Harapan dari Misi Perdamaian Jokowi, Minggu (3/7).

Bahkan jauh sebelum pertemuan berlangsung, sejumlah polemik mengemuka di antara para pemimpin negara anggota G20. Mulai dari aksi walkout pada pertemuan tingkat menteri keuangan di Amerika Serikat, kemudian ajakan untuk menolak kehadiran Rusia, hingga memasukkan isu politik ke dalam agenda G20.

Umam pun memuji sikap berani Jokowi yang mau mendatangi langsung Zelensky dan Putin yang menjadi sumber persoalan, dengan membawa diri sebagai Presidensi G20. Kelompok negara-negara yang menguasai 80% produk domestik bruto dunia.

"Itu langkah berani, patut diapresiasi dan langkah untuk upaya penyuksesan G20," kata Umam.

Umam juga mengungkapkan imbas konflik Rusia-Ukraina yang memicu inflasi di berbagai negara, terutama karena terganggunya pasokan beberapa komoditas utama seperti gandum, gas, dan minyak, sehingga membuat harganya naik.

Langkah Jokowi ini menjadi apa yang disebut Umam sebagai double track strategi. Pertama, upaya berkomunikasi dengan para elit negara dunia dalam menghentikan konflik antara Ukraina dan Rusia. Yakni negara-negara Barat, terutama anggota G7, yang turut ambil bagian mengambil posisi dukungan terhadap Zelensky ataupun Putin.

Kemudian, berinteraksi langsung dengan Zelensky dan Putin, sebagai dua pemimpin negara yang tengah berperang.

Meski begitu, Umam melihat langkah yang dilakukan Jokowi tidak sampai pada aksi untuk menghentikan perang secara langsung. "Hadirnya Jokowi ini menciptakan jeda tempur antara Rusia dan Ukraina," jelasnya.

Umam melanjutkan, untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina, memerlukan upaya lanjutan. Pertemuan Jokowi membuka jalan bagi mesin diplomasi Indonesia sebagai Presidensi G20, untuk bergerak lebih intensif. Mengurangi ketegangan di antara para elit, dengan harapan membawa perdamaian dan menghindari friksi pada KTT G20 nanti.

"Untuk meyakinkan sejumlah stakeholder dalam forum G20, karena perdamaian Ukraina dan Rusia tidak hanya ditentukan dua elit negara itu, tetapi paradigma elit dunia, khususnya forum G20," ucapnya.

Senada dengan Umam, Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, Shiskha Prabawaningtyas, menjelaskan bagaimana Indonesia memiliki beban lebih untuk menyukseskan KTT G20 mendatang.

Kesuksesan ini juga berarti pertemuan pada November nanti dapat dihadiri semua anggota G20, sesuai tema yang diangkat Indonesia, yaitu 'Recover Together, Recover Stronger'.

Sementara setelah invasi Rusia ke Ukraina, AS dan beberapa negara Barat mulai menyuarakan ancaman memboikot pertemuan G20 jika Rusia hadir.

"Di satu sisi ada jangka pendek G20, dan kemudian harapan dan peluang Indonesia menjadi mediator," ucapnya dalam diskusi yang sama.

Menurut Shiskha, dalam mencapai tujuan jangka pendek untuk menyukseskan KTT G20, Presiden Jokowi juga memiliki mandat lainnya, yaitu harapan target utama program pemulihan ekonomi, baik terkait pengaruh pandemi maupun perang Ukraina dan Rusia.

"Sikap Indonesia memaksimalkan dua mandat besar G20," ungkapnya pada diskusi yang sama.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...