Serba-serbi Paxlovid: Obat Covid-19 yang Baru Disetujui BPOM

Aryo Widhy Wicaksono
18 Juli 2022, 21:19
Matthew Childs Logo Pfizer terlihat di lokasi pemasok global di Havant, Britain, Senin (1/2/2021).
ANTARA FOTO/REUTERS/Matthew Childs/WSJ/cf
Matthew Childs Logo Pfizer terlihat di lokasi pemasok global di Havant, Britain, Senin (1/2/2021).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan Izin Penggunaan Darurat atau atau Emergency Use Authorization (EUA) obat Paxlovid tablet salut selaput, untuk pengobatan Covid-19 di Indonesia.

Apa itu Paxlovid?

Paxlovid adalah obat terapi antivirus untuk mencegah virus korona yang mengakibatkan infeksi pernapasan Covid-19 yaitu SARS-CoV-2, yang dikembangkan dan diproduksi Pfizer, perusahaan farmasi dan produsen obat yang berbasis di Amerika Serikat (AS).

BPOM mengizinkan Paxlovid berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 miligram (mg) dan Ritonavir 100 mg.

Obat ini dapat digunakan kepada pasien untuk mengobati Covid-19, terutama orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan berisiko tinggi mendapatkan gejala Covid-19 berat.

“Adapun dosis yang dianjurkan adalah 300 mg Nirmatrelvir (dua tablet 150 mg) dengan 100 mg Ritonavir (satu tablet 100 mg) yang diminum bersama-sama dua kali sehari selama lima hari,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dikutip dalam keterangan tertulis BPOM di Jakarta, Senin (18/7).

Apa efek samping Paxlovid?

Menurut BPOM, berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, secara umum pemberian Paxlovid aman dan dapat ditoleransi.

Efek samping tingkat ringan hingga sedang dilaporkan paling sering terhadap kelompok yang menerima obat adalah dysgeusia atau gangguan indra perasa (5,6%), diare (3,1%), sakit kepala (1,4%), dan muntah (1,1%).

Angka kejadian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang menerima plasebo atau obat palsu sebagai pembanding penelitian. Pada kelompok ini, untuk yang mengalami dysgeusia (0,3%); diare (1,6%); sakit kepala (1,3%); dan muntah (0,8%).

Dari sisi efikasi, hasil uji klinik fase 2 dan 3 menunjukkan Paxlovid dapat menurunkan risiko hospitalisasi atau kematian sebesar 89% pada pasien dewasa dengan komorbid atau penyakit penyerta, yang tidak menjalani perawatan di rumah sakit. Komorbid yang berkaitan dengan peningkatan risiko Covid-19 seperti lansia, obesitas, perokok aktif, riwayat penyakit jantung, diabetes, atau gangguan ginjal.

Beredarnya izin obat ini dari BPOM memungkinkan publik mengkonsumsinya di rumah sehingga mengurangi risiko seseorang yang terpapar Covid-19 untuk menjalani rawat inap ke rumah sakit.

Selanjutnya, Badan POM bersama Kementerian Kesehatan akan terus memantau keamanan penggunaan Paxlovid di Indonesia.

"Badan POM juga melakukan pengawasan terhadap rantai pasokan Paxlovid agar keamanan, khasiat, dan mutu obat yang beredar dapat dipertahankan, serta mencegah penggunaannya secara ilegal," ujar Penny.

Meski sudah mendapatkan izin edar, badan pengawasan obat dan makanan AS yakni Food and Drug Administration (FDA) memberikan peringatan, bahwa Paxlovid merupakan obat dalam pengawasan karena lembaga tersebut masih terus mempelajarinya.

Apakah ada obat lain untuk Covid-19 di Indonesia?

Sebelum mengeluarkan izin edar untuk Paxlovid, BPOM juga menerbitkan EUA untuk antivirus Favipiravir dan Remdesivir pada 2020, antibodi monoklonal Regdanvimab pada 2021, serta Molnupiravir pada 2022. Adanya tambahan jenis antivirus untuk penanganan Covid-19 yang memperoleh EUA ini menjadi salah satu alternatif penatalaksanaan Covid-19 di Indonesia.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis total stok obat Covid-19 di Indonesia mencapai 266,2 juta per 7 Januari 2022. Obat yang paling banyak tersedia adalah multivitamin tablet yang mencapai 149,95 juta. Di urutan kedua yakni Favipiravir tablet sebanyak 88,9 juta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...