Menilik Kasus Brigadir J dari Temuan Polri, Komnas HAM, dan Keluarga
Pengusutan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo, memasuki babak baru. Polri memastikan kasus dugaan pelecehan terkait peristiwa ini telah naik ke tahap penyidikan.
Brigadir J disebut tewas usai terlibat baku tembak dengan ajudan Irjen Ferdy lainnya, Bharada E. Aksi saling tembak ini terjadi karena Brigadir J diduga melecehkan istri Sambo berinisial PC, yang sedang beristirahat di kamarnya. Tudingan ini telah dibantah pihak keluarga.
Akan tetapi, peristiwa ini menimbulkan polemik setelah keluarga mengungkap beberapa luka tak wajar di jenazah Brigadir J. Bahkan Presiden Joko Widodo pun meminta agar Polri mengusut kasus ini hingga tuntas.
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo merespons polemik ini dengan membentuk tim khusus. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menolak bergabung dalam tim khusus besutan Kapolri, akhirnya memilih untuk melakukan penyelidikan secara mandiri. Sementara keluarga Brigadir J, mengambil jalan melaporkan dugaan pembunuhan berencana ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Masing-masing pihak pun memiliki versi terkait temuannya terhadap peristiwa kematian Brigadir J pada Jumat (8/7) lalu.
Hasil Penyelidikan Polri
Penyidik Polri telah meningkatkan kasus dugaan pelecehan dan pengancaman yang dilaporkan istri Kadiv Propam, dari penyelidikan ke tahap penyidikan. tim penyidik telah menemukan unsur pidana sebagaimana Pasal 289 dan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus tersebut saat ini ditangani Polda Metro Jaya, meski PC melaporkannya ke Polres Metro Jakarta Selatan.
"Penyidik Polrestro Jaksel tetap dilibatkan dan Bareskrim berikan asistensi," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Dedi Prasetyo, Selasa (19/7).
Tak hanya meningkatkan status pengusutan perkara, untuk menjaga objektivitas penyidikan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J, Kapolri memberhentikan sementara Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri.
"Ini terkait komitmen untuk menjaga objektivitas kami agar rangkaian proses penyidikan bisa berjalan baik," kata Sigit dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (18/7).
Untuk sementara, tugas-tugas menyangkut profesi dan pengamanan akan diemban Wakapolri Komisaris Jenderal Pol. Gatot Eddy Pramono.
Jenderal Listyo juga berjanji investigasi akan dilakukan secara bertanggung jawab dan berbasiskan sains. Ia juga tak mempermalasahkan adanya perbedaan hasil temuan dari tim eksternal maupun kepolisian.
Kadiv Humas Polri menjelaskan maksud Kapolri bahwa penyidik Polri akan bekerja mengungkap menewaskan Brigadir J dengan mengumpulkan fakta serta data yang dapat dibuktikan secara scientific crime investigation (ilmiah).
"Biar tidak ada spekulasi-spekulasi yang terjadi di lapangan tim akan menyampaikan fakta-fakta yuridis dan fakta-fakta data yang bisa dibuktikan secara scientific (ilmiah), itu yang penting," kata Dedi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (15/7) seperti dikutip Antara.
Dedi menyebutkan seluruh tim bergerak melakukan penyelidikan dan penyidikan, mulai dari Inafis, Puslabfor, hingga kedokteran forensik. Seluruh temuan dari penyelidikan ini, akan disampaikan oleh tim khusus besutan Kapolri.
Sebelumnya, Polri juga mengungkap kronologi kejadian yang mereka peroleh berdasarkan hasil pemeriksaan sementara. Kronologi yang dibantah pihak keluarga Brigadir J.
Peristiwa terjadi pada pukul 17.00 WIB pada Jumat (8/7) di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Penembakan diduga akibat peristiwa pelecehan yang dialami istri Kadivpropam oleh Brigadir J, yang disebut sebagai sopir istri Kadivpropam.
Saat kejadian, Irjen Ferdy sedang berada di luar rumah untuk keperluan tes PCR, dan Bharada E yang disebutkan berada di lantai dua rumah tersebut.
Kejadian diawali Brigadir J yang masuk ke dalam kamar pribadi Irjen Ferdy dan menodongkan senjata ke istrinya. PC lalu berteriak dan Bharada E merespons turun untuk mengetahui apa yang terjadi.
Dari atas tangga dengan jarak 10 meter, Bharada E sempat bertanya mengenai kejadian tersebut, namun justru mendapatkan tembakan dari Brigadir J.
"Sebanyak tujuh kali tembakan," kata Kepala Biro Penerangan Umum Kabagpenum) Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, Senin (12/7).
Akibatnya baku tembak terjadi dan menyebabkan Brigadir J tewas di tempat. Setelah Irjen Ferdy pulang tak lama setelah kejadian tersebut, segera menelpon Polres Jakarta Selatan untuk keperluan olah TKP.
Dari hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti, ditemukan tujuh proyektil yang keluar dari senjata api milik Brigadir J dan lima dari Bharada E.
Brigadir J tewas dengan tujuh luka tembak termasuk luka sayatan. Ramadhan menjelaskan sayatan tersebut berasal dari serpihan proyektil peluru yang mengenai tubuhnya. Adapun E tak mendapatkan luka lantaran dari keterangan saksi, ia dalam posisi terlindung oleh tangga.
Hasil Investigasi Komnas HAM
Komnas HAM telah menemui keluarga almarhum Brigadir J di Jambi, untuk mengumpulkan berbagai informasi dan keterangan terkait peristiwa di rumah Irjen Ferdy.
Anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan pihaknya mendapatkan banyak keterangan serta informasi lain dari keluarga Brigadir J. Mereka juga mengapresiasi informasi yang diberikan demi mengungkap peristiwa kematian anak buah Ferdy Sambo itu.
"Kami diberikan banyak keterangan, foto, dan video oleh pihak keluarga," kata Choirul Anam di Jakarta, Minggu (17/7) dikutip dari Antara.
Anam mengatakan hal yang penting mengetahui konteks foto dan video tersebut, termasuk keterangan keluarga Brigadir J mengenai peretasan terhadap telepon seluler mereka.
Komnas HAM juga mendapatkan keterangan mengenai polisi yang datang dalam jumlah besar ke rumah keluarga Brigadir J di Jambi. Meski demikian belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai maksud kedatangan aparat itu.
Selanjutnya, Komnas HAM berharap dapat bertemu Irjen Ferdy dan istrinya untuk mengumpulkan keterangan lebih banyak terkait peristiwa ini. Namun mereka menghormati keputusan istri jenderal bintang dua itu jika ingin mendapatkan pendampingan psikologis.
Peristiwa Versi Keluarga Brigadir J
Kuasa hukum dari keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, melaporkan peristiwa kematian Brigadir J sebagai dugaan pembunuhan berencana, yang dilakukan dalam kasus baku tembak. Sesuai Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 351 KUHP.
Selain pembunuhan berencana, tim kuasa hukum juga melaporkan tindakan pencurian dan/atau penggelapan ponsel genggam milik Brigadir J, sesuai Pasal 362 KUHP juncto Pasal 372 dan 374 KUHP.
Tim kuasa hukum menemukan tak hanya luka tembakan dan sayatan, tetapi juga luka perusakan di bawah mata, jari manis, serta jahitan di hidung, bibir, leher, dan bahu sebelah kanan, dan memar di bagian perut kiri.
“Kemudian ada juga perusakan di kaki atau semacam sayatan-sayatan begitu,” jelas Kamaruddin di Mabes Polri, Senin (18/7).
Berdasarkan temuan timnya, Kamaruddin mendesak agar dilakukan autopsi ulang terhadap jasad Brigadir J, karena dia meragukan kebenaran hasil autopsi yang telah dilakukan.
"Karena ada dugaan di bawah kontrol atau pengaruh,” katanya.
Kamaruddin juga mengungkapkan komunikasi terakhir yang dilakukan Brigadir J dengan keluarga. Percakapan terjadi melalui telepon maupun WhatsApp grup keluarga terjadi sekitar pukul 10.00 WIB, atau 7 jam sebelum baku tembak dilaporkan.
Mendiang memohon izin untuk tak berkomunikasi lagi dengan kedua orang tuanya, sebab akan mengawal atasannya. “Jadi tujuh jam ini artinya jangan ada telepon-telepon dulu. Itu diketahui dari pembicaraan Whatsapp group, pembicaraan di telepon kepada orang tua, kakak, dan adiknya,” jelas Kamaruddin.
Setelah tujuh jam berlalu, lanjut Kamaruddin, orangtua Brigadir J mencoba menghubungi anaknya melalui sambungan telepon namun tidak bisa. Begitu juga lewat pesan WA, ternyata sudah diblokir, termasuk nomor kakak dan adiknya juga sudah terblokir, begitu juga dengan WA grup keluarga.
Menurut Kamaruddin, telepon tersebut juga membuka kemungkinan adanya alternatif locus delicti atau tempat kejadian perkara (TKP) terkait kematian Brigadir J. TKP pertama kemungkinan di Jakarta, yakni di Kompleks Polri, Jalan Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, lokasi rumah dinas Irjen Ferdy. Sedangkan alternatifnya merupakan perjalanan dari Magelang - Jakarta, berdasarkan tugas yang diberikan kepada Brigadir J untuk mengawal Irjen Ferdy beserta istri dan anaknya.
Tim kuasa hukum telah membuat laporan ke Bareskrim Polri terkait dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Laporan tersebut tercatat dengan Nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/Bareskrim Polri, tertanggal 18 Juli.
Saat melaporkan dugaan pembunuhan berencana ini, Kamaruddin juga menyertakan beberapa alat bukti.
Bukti pertama yang dimilikinya adalah surat permohonan visum et repertum dari Kapolres Jakarta Selatan tertanggal Jumat, 8 Juli 2022. Di dalam bukti tersebut tertera temuan mayat laki-laki berusia 21 tahun pada pukul 17.00 WIB.
"Dinyatakan telah menjadi jenazah di Rumah Sakit Kramat Jati atau Rumah Sakit Polri,” ujar Kamaruddin.
Selain itu, pihaknya juga memperoleh foto dan video kondisi jenazah Brigadir J saat di kamar jenazah. Dari barang bukti tersebut, terungkap beberapa luka sayatan di bagian kaki, telinga, dan belakang tubuh Brigadir J.
Kemudian terdapat beberapa luka memar, pergeseran rahang, luka di bahu. Selanjutnya, luka juga ditemukan di bagian jari-jari, bawah dagu, biru di perut, dan luka mengaga di bagian bahu dan pipi.
“Kemudian ada juga di bawah ketiak, ada lagi ditemukan luka di belakang telinga kurang lebih satu jengkal luka sajam dan kuping dalam keadaan bengkak,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Kamaruddin juga menampik kronologi peristiwa penembakan yang disampaikan pihak kepolisian. Menurut Kamaruddin, mendiang Brigadir J tak melakukan pelecehan terhadap istri Irjen Ferdy. Dirinya sudah menyampaikan somasi kepada pihak yang menyampaikan dugaan pelecehan tersebut, termasuk media massa yang membantu penyebarannya.