Sinyal Harga BBM Naik, Pemerintah Butuh Tambahan Rp198 T untuk Subsidi
Pemerintah terus memberikan sinyal akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Beragam pernyataan pejabat negara pun seolah-olah mengindikasikan, bahwa keputusan untuk membuat harga BBM menjadi lebih tinggi tinggal menunggu waktu.
Setelah pekan lalu Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan harga BBM kemungkinan akan naik pekan ini, Presiden Joko Widodo menjelaskan pemerintah harus memutuskan kenaikan harga BBM secara hati-hati, termasuk menghitung dampak dari kebijakan tersebut.
Sebab, menurut Jokowi, keputusan tersebut bisa berdampak pada kontraksi pertumbuhan ekonomi. "Harus dihitung juga menaikkan inflasi yang tinggi, kemudian bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi," kata Jokowi di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (23/8).
Mantan Wali Kota Solo itu tidak ingin kenaikan harga BBM berdampak pada penurunan daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga. "Semuanya saya suruh hitung betul sebelum diputuskan," kata Jokowi.
Meski begitu, Presiden enggan menjawab waktu pelaksanaan kenaikan harga BBM akan diputuskan.
Simak artikel selengkapnya di sini.
Pembantu Jokowi pun mengkaji kenaikan harga BBM bersubsidi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pihaknya sudah menyiapkan beberapa skema kenaikan harga BBM.
"Skemanya pemerintah sudah siapkan beberapa alternatif," kata Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (23/8).
Skema tersebut akan dilaporkan ke Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.
Adapun, keputusan mengenai kenaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar masih menunggu hasil skema yang akan diambil pemerintah.
Baca lebih lengkap mengenai skema kenaikan harga BBM di sini.
Berdasarkan hitungan Kementerian Keuangan, untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah membutuhkan tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 198 triliun pada tahun ini.
"Kalau tidak menaikan harga BBM dan tidak melakukan apa-apa, juga tidak ada pembatasan, maka Rp 502 triliun saja tidak cukup, butuh tambahan lagi," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (23/8).
Menurut Sri Mulyani, tambahan anggaran Rp 198 triliun itu baru menghitung kebutuhan tambahan kuota subsidi untuk BBM jenis pertalite, solar dan minyak tanah. Ini belum termasuk tambahan anggaran untuk subsidi LPG tabung 3 Kg dan listrik.
Bendahara negara itu mengakui, pemerintah kini hanya memiliki tiga pilihan. Pertama, menambah anggaran subsidi dan kompensasi mencapai Rp 700 triliun. Kedua, membatasi penyaluran BBM bersubsidi sehingga tidak semua masyarakat bisa mengakses. Ketiga, menaikan harga BBM bersubsidi.
"Tiga-tiganya enggak enak. APBN jelas akan sangat berat karena anggaran subsidi dana kompensasi itu sudah naik tiga kali lipat tahun ini menjadi Rp 502 triliun, tetapi ternyata masih kurang," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun menyinggung sejumlah rambu-rambu sebelum menentukan opsi yang akan diambil pemerintah. Apa saja rambu-rambu tersebut, simak artikel selengkapnya di sini.
Latar belakang wacana untuk menaikkan harga BBM ini disebabkan kuota BBM bersubsidi yang menipis, sedangkan konsumsinya diduga lebih banyak dinikmati kalangan mampu alih-alih masyarakat menengah ke bawah sebagai sasaran penerima subsidi.
Mulai pulihnya perekonomian dari dampak pandemi Covid-19 membuat konsumsi energi masyarakat meningkat. Bahkan Pertamina melaporkan konsumsi BBM harian nasional per Juli sudah melampaui level konsumsi pada masa pandemi tahun 2019.
Hingga Juli Pertamina telah menyalurkan 16,8 juta kilo liter (kl) Pertalite dari total kuota 23 juta kl hingga akhir tahun atau sekitar 73%. Sehingga, saat ini tersisa 27% atau 6,2 juta kl yang diharap bisa memenuhi permintaan hingga Desember 2022.
Sementara untuk solar bersubdisi atau Biosolar, Pertamina sudah menyalurkan 66,4% atau 9,9 juta kl dari total kuota 14,9 juta kl. Sehingga tersisa 33,6% 5 juta kl sampai akhir tahun.
Jika dirata-rata hingga Juli, konsumsi Pertalite mencapai 2,4 juta kl per bulan, sedangkan Solar 1,41 juta kl per bulan.
Selain kuota BBM bersubsidi yang menipis, harga minyak dunia juga diprediksi kian mahal. Simak ramalan beragam harga minyak dunia di sini.