5 Pernyataan Kapolri di DPR Terkait Kasus Ferdy Sambo
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengan Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk meminta penjelasan mengenai kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurut Ketua Komisi Hukum DPR, Bambang Wuryanto, penjelasan dari Kapolri diperlukan untuk menjernihkan semua isu terhadap kasus yang menyeret Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo.
Saat memberikan keterangan, Kapolri mengungkap beberapa informasi menyangkut proses penyidikan yang tengah dilakukan Tim Khusus, untuk mengungkap dugaan tindak pidana yang melibatkan sejumlah personel Polri.
1. Kasus Ferdy Sambo menjadi Pil Pahit Polri
Menurut Kapolri, kasus kematian Brigadir Yosua menjadi momentum Polri untuk memperbaiki kinerja. Listyo juga menyebut kasus yang menyeret jenderal bintang dua polisi ini menjadi pertaruhan nama baik Korps Bhayangkara.
"Ini pil pahit, tapi ini momentum kami untuk memperbaiki institusi Polri," kata Listyo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Jakarta, Rabu (24/8).
Listyo mengatakan pembenahan penting dilakukan demi menjaga kepercayaan masyarakat. Adapun saat ini tahap I berkas perkara sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada Jumat (19/8) lalu.
"Kami berterima kasih ke bapak Jaksa Agung yang telah mengirim 30 personelnya untuk bekerja secara simultan," kata Kapolri.
Pada rapat ini, Listyo hadir bersama 18 anggota Tim Khusus untuk memberikan penjelasan secara lengkap terhadap kasus Ferdy Sambo. "Kami sampaikan, dalam penanganan kasus ini kami solid," katanya.
Baca artikel selengkapnya di sini.
2. Kapolri Pastikan Jajarannya Solid Bongkar Kasus Kematian Brigadir J
Pada kesempatan ini, Kapolri kembali menyinggung perintah Presiden Joko Widodo sebagai pegangan dalam membongkar kasus ini. Dalam arahannya, Presiden meminta Polri mengusut tuntas dan tidak menutupi masalah ini.
"Ungkap apa adanya, ini pertaruhan muruah Polri," kata Listyo.
Listyo lalu melanjutkan penjelasannya kepada anggota dewan, dengan memaparkan kronologis kasus tersebut. Mulai dari saat laporan Ferdy Sambo masuk ke jajaran Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, hingga eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri tersebut menjadi tersangka pembunuhan berencana.
Dalam kasus ini, polisi telah mengumumkan lima tersangka. Selain Ferdy Sambo, empat tersangka lainnya adalah Putri Candrawathi, Brigadir Kepala Ricky Rizal, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan Kuat Ma'ruf.
Simak penjelasan Kapolri di sini.
3. Nyaris 100 Personel Polri Diperiksa Terkait Kematian Brigadir J
Dalam proses penyidikan kasus dugaan pembunuhan ini, Polri telah memeriksa 97 personel yang diduga mendengar, melihat, atau mengalami sendiri peristiwa menyangkut kematian Brigadir Yosua.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 35 orang diperiksa atas dugaan pelanggaran kode etik profesi. "Pemeriksaan terus kami kembangkan," jelas Listyo.
Di antara 35 personel ini, total 18 orang telah ditahan. Terdapat dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dan sisanya dikurung pada penempatan khusus. "Sehingga tinggal 16 orang yang ditahan di Patsus," kata Listyo.
Listyo mengatakan pihaknya akan segera menyelesaikan sidang kode etik profesi dalam waktu 30 hari ke depan. "Untuk memberikan kepastian hukum terhadap para terduga pelanggar," ungkapnya.
Simak pangkat 35 personel Polri yang diduga melanggar kode etik kepolisian di sini.
4. Kapolri Ungkap Upaya Anak Buah Ferdy Sambo untuk Intervensi Tim Khusus
Dalam perjalanan proses penyidikan kasus ini, Kapolri mengungkap adanya upaya intervensi yang dilakukan anak buah Ferdy Sambo.
Intervensi ini salah satunya dilakukan personel dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, ketika Tim Khusus mengulang proses olah tempat kejadian perkara (TKP).
Langkah ini awalnya dilakukan untuk memastikan fakta yang ada TKP. "Dalam prosesnya, ada intervensi dan pengaburan (fakta) dari personel Propam terhadap Timsus," ucap Kapolri.
Padahal, Tim Khusus ini terdiri dari sejumlah perwira tinggi Polri, seperti Wakil Kapolri, Kepala Badan Reserse Kriminal, hingga Inspektorat Pengawasan Umum Polri.
Tak hanya itu, intervensi juga dilakukan sejak awal perkara. Pada 9 Juli, personel Divisi propam mengintervensi penyidik Polres Metro Jakarta Selatan saat mendatangi kantor Biro Paminal Divpropam untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para saksi.
"Penyidik hanya diizinkan untuk mengubah format berita acara interogasi yang dilakukan Biro Paminal Divpropam menjadi BAP," jelas Listyo.
Kejadian lainnya adalah saat proses pra-rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP). Ketika saksi menuju rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga, pada saat yang sama, personel Divisi Propam menyisir TKP dan memerintahkan untuk mengganti hard disk CCTV di pos satpam Duren Tiga.
"Hard disk CCTV ini kemudian diamankan oleh personel Divpropam," ungkap Kapolri.
Lalu kapan proses intervensi mulai berkurang? Baca selengkapnya di sini.
5. Janji Ferdy Sambo kepada Bharada E
Kini, Ferdy Sambo telah menjadi tersangka dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Terbongkarnya dugaan pidana yang dilakukan Ferdy Sambo tak lepas dari keterangan yang diberikan Bharada Eliezer.
Awalnya dia memberikan keterangan yang berbeda terkait proses kematian Brigadir Yosua. Namun, anggota Polri ini mengubah kesaksiannya dalam pemeriksaan, setelah pupus janji Ferdy Sambo untuk memberikannya Surat Perintah Penghentian Perkara atau SP3 kasus ini.
"Richard dapat janji dari FS membantu lakukan SP3. Faktanya, dia tetap menjadi tersangka," kata Kapolri.
Listyo mendapatkan pernyataan Bharada Eliezer dari pemeriksaan yang langsung dilakukannya. Pada 6 Agustus, Bharada Eliezer berjanji ingin menjelaskan peristiwa sesungguhnya di Duren Tiga.
"Dia jelaskan secara urut kejadian dari Magelang sampai Duren Tiga, dirinya mengaku menembak Yosua atas perintah FS," terang Listyo.
Simak penjelasan lain dari Kapolri di sini.