Potensi Masalah Konstitusi Jika Prabowo - Jokowi Berduet di Pemilu
Belakangan muncul wacana untuk menduetkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dengan Presiden Joko Widodo sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Pemilu 2024.
Wacana ini serius dipertimbangkan, bahkan kader muda Partai Gerindra telah menyampaikan usulan tersebut kepada orang-orang terdekat Prabowo.
Menanggapi hal ini, Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, mengatakan wacana yang diusulkan tidak dilarang dalam konstitusi. Namun jika menjadi kenyataan, akan memiliki persoalan terhadap konstitusi sehingga menciptakan masalah lanjutan setelahnya.
“Akan menjadi problematik apabila nanti presiden mangkat, atau tidak bisa lagi menjalankan tugas kepresidenan,” kata Bawono saat dihubungi katadata.co.id, Rabu (21/9).
Sebab, wakil presiden (wapres) yang menggantikannya merupakan sosok yang pernah menjabat sebagai presiden selama dua periode. Kondisi ini sama artinya dengan Jokowi kembali menduduki jabatan presiden. Hal ini sesuai mandat dalam Pasal 8 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,
“Secara hukum ketatanegaraan tidak semudah yang diimajinasikan sejumlah pihak,” tambahnya.
Larangan terhadap Jokowi untuk menjabat kembali menjadi presiden secara tegas diatur dalam konstitusi. Berdasarkan mandat pada Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Hal senada juga diungkapkan pendiri dan Ketua Umum Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi. Organisasi kelompok pendukung Jokowi menyatakan tidak mempermasalahkan wacana tersebut sebagai sebuah aspirasi. Kendati demikian, menurutnya menempatkan Jokowi sebagai cawapres tidak menarik.