Orang Terkaya Ketiga Cina Optimis Inovasi Bikin Energi Hijau Murah
Pendiri produsen baterai listrik asal Cina, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL), Zeng Yuqun alias Robin Zeng, menilai dunia masih sulit untuk menerapkan energi hijau secara menyeluruh dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan teknologi dan infrastruktur untuk mewujudkan gaya hidup hijau masih mahal.
Meski begitu, pria yang dijuluki sebagai Elon Musk dari Cina ini mengaku optimistis, industri ini akan semakin terjangkau jika melihat perkembangan teknologi saat ini. Terutama dalam hal produksi baterai untuk kendaraan listrik, industri yang menjadi bidang usahanya sebagai produsen baterai listrik Tesla.
“Energi terbarukan sangat penting. Seperti baterai yang dapat memberdayakan keberlanjutan sosial dan ekonomi, Namun karena biaya tinggi, sulit untuk digunakan secara komersial,” kata Zeng saat menjadi pembicara pada B20 Summit, di Bali, Minggu (13/11).
Sejauh ini, CATL telah melakukan berbagai inovasi untuk menerapkan energi hijau. Seperti inovasi teknologi sodium-ion battery, lithium/sodium metal battery, dan rare metal-free battery.
“Hal yang paling menantang adalah harga baterai mahal, orang tidak mampu membelinya. Inovasi penting, apalagi dalam rantai pasokan. Jika kita bisa melakukan daur ulang, bahannya akan menjadi sangat murah. Jadi kita harus terus membuat hal-hal inovasi,” lanjut Zeng.
Dalam rangka memenuhi komitmen Net Zero Emission, orang terkaya ketiga di Cina ini merasa masih memerlukan dukungan dan kesabaran masyarakat. Sebab untuk mewujudkan sumber energi terbarukan, dunia masih memerlukan banyak penyesuaian.
Dia juga meyakini pembangunan berkelanjutan adalah tujuan abadi bagi umat manusia, dan hanya bersama-sama umat manusia akan menemukan jalan untuk mewujudkannya.
Indonesia Kaya Sumber Daya Energi Terbarukan
Satu hal yang digarisbawahi Zeng adalah mengenai ketersediaan sumber daya di Indonesia. "Perjalanan kita masih panjang. Ada banyak sumber energi terbarukan di Indonesia yang bisa digunakan,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Founder Fortescue Future Industries dan Fortescue Metals Group, Andrew Forrest. Menurutnya Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, untuk mewujudkan infrastruktur energi terbarukan.
Salah satunya dalam hidrogen hijau yang menjadi pilar untuk dekarbonasi industri. Andrew bercerita dulu harganya mungkin terlalu tinggi untuk dapat mewujudkannya, tetapi sekarang harganya sudah menurun. "Hampir seperlima harganya dulu," jelasnya dalam forum yang sama.
Untuk itu dia mengajak para pengusaha yang menghadiri B20 Summit, untuk bersama-sama menjadikan Indonesia sebagai pengembang utama hidrogen hijau.
Berdasarkan data International Renewable Energy Agency (IRENA) dalam laporan Indonesia Energy Transition Outlook yang dirilis Oktober 2022.
IRENA memperkirakan total potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3.692 gigawatt (GW). Namun, sampai 2021 kapasitas terpasangnya baru 10,5 GW atau sekitar 0,3% dari total potensi yang ada.
Industri hijau juga memiliki banyak keuntungan bagi pengusaha. Andrew mencontohkan bagaimana perusahaannya menginvestasikan US$ 6,2 miliar untuk berhenti menggunakan bahan bakar fosil, dan sebagai imbal baliknya mereka menghemat sekitar US$ 3 miliar karena mengurangi biaya untuk membeli minyak, bensin, dan solar.
"Menghemat hampir US$ 1 miliar setiap tahun. Itu adalah investasi yang bagus," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan membagikan strategi industri hijau di Indonesia dengan melakukan transisi di berbagai sektor seperti energi, industri, transportasi, dan agrikultur.
Dengan persediaan nikel yang berlimpah Luhut berharap Indonesia dapat menjadi ekspor baterai lithium dan kendaraan berbasis listrik atau electric vehicle (EV).