Kunci Sukses UMKM Adaptasi di Pasar Digital, Apa Saja?

Pandemi Covid-19 mendorong jumlah konsumen untuk berbelanja secara online, meningkat dari 75 juta orang menjadi 85 juta. Kondisi ini membuat nilai transaksi e-commerce di Indonesia diprediksi menjadi posisi ketiga terbesar di dunia, setelah Cina dan India.
Agar dapat bersaing dengan pasar global yang mulai mengarah kepada digitalisasi, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia diharapkan dapat melakukan eksplorasi lebih banyak, untuk menguatkan posisi usaha mereka. Sebab, menurut CEO ukmindonesia.id, Gilang Ageng, adaptasi pada pasar digital tak cukup jika mengandalkan dari segi pemasaran saja.
Gilang menjelaskan, riset memiliki peranan paling penting dalam memajukan sebuah usaha, khususnya UMKM yang ingin memasuki pasar digital. Riset tersebut, katanya, tidak perlu dilakukan dengan rumit, seperti mengumpulkan beragam data dalam angka untuk kemudian diolah menjadi analisa.
“Riset sebenarnya tidak sesulit dan seberat itu,” ujar Gilang dalam acara Bangga UKM Indonesia, Win Local Go Global bertema "Beda Saja Tidak Cukup" yang diselenggarakan Katadata.co.id secara virtual, Selasa (28/6).
Menurutnya, inti dari riset adalah mengetahui target konsumen dan cara menggapai mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan strategi menggunakan hastag atau tagar di media sosial.
Selain itu, metode selalu terapkan metode amati, tiru, dan modifikasi (ATM). Gilang bilang, metode tersebut dapat ditempuh dengan cara mencari tren yang sedang digandrungi publik atau target konsumen. Jika sudah memilikinya, langkah selanjutnya adalah menyiapkan strategi pemasaran atau ekspansi produk.
Metode ini, dapat diterapkan secara terus menerus, tidak hanya pada masa baru memasarkan produk dan mencari target konsumen. “Tentunya konsep ATM itu yang paling menantang adalah modifikasinya,” katanya.
Sayangnya, dalam lanscape digitalisasi di Indonesia kini, Gilang melihat bahwa UMKM hanya terpaku pada pemasaran tanpa upaya meningkatkan value atau nilai dari produk yang ditawarkan. Umumnya pelaku UMKM saat memasuki pasar digital cenderung menerapkan strategi untuk mengandalkan influencer atau pemberi pengaruh secara perorangan.
Padahal, dia menyampaikan, bahwa product is the king atau produk adalah raja. Oleh sebab itu kekuatan utama dari suatu usaha berada pada value atau nilai produk yang dia miliki.
Gilang mengakui, untuk mengkomunikasikan kelebihan nilai suatu produk agar dapat ditangkap konsumen, menjadi sebuah pekerjaan yang menantang. Untuk itu dia menekankan salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah dengan memberikan ciri khas atau menonjolkan keunikannya dari produk lain.
Kemudian yang tak kalah penting, menekankan kebutuhan produk bagi pasar yang dituju.
“Apakah perbedaan ini menjadi value added (nilai tambah) buat mereka (market)? Inilah pentingnya riset. Bagaimana meriset market yang tepat untuk produk dengan value added yang mau ditawarkan,” jelas Gilang.
Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan UKM), saat ini terdapat sekitar 19 juta pelaku UMKM di Indonesia. Data tersebut baru meliputi pelaku usaha yang masuk ke dunia digital melalui platform ecommerce, belum termasuk mereka yang memasarkan melalui whatsapp, instagram, dan sebagainya.
Dari banyaknya pelaku UMKM di Indonesia, Gilang menceritakan bahwa dirinya pernah mendampingi 500 pedagang pasar untuk digitalisasi melalui platform whatsapp. Platform ini menjadi rekomendasinya kepada para pedagang karena menyangkut relevansi dalam kehidupan mereka sehari-hari.
“Digitalisasi itu enaknya masuknya pakai relevansi,” ungkapnya.
Dalam pendampingan tersebut, dirinya membantu para pedagang membuat barcode QRIS untuk mempermudah transaksi dan pemasaran melalui katalog whatsapp. Dari pendampingan itu, sebanyak 76% dari pedagang mengakui bahwa pendapatan mereka meningkat 20% lebih tinggi daripada sebelum pandemi.
“Jadi intinya modifikasi. Bagaimana strategi berjualan digital tidak bisa disamakan semuanya,” tuturnya.
UMKM memiliki kontribusi sebesar 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja. Pada 2018, UMKM tercatat sebanyak 64,2 juta unit.