Larangan Ekspor Minyak Goreng Diprediksi Lemahkan Rupiah

Aryo Widhy Wicaksono
1 Mei 2022, 12:10
Uang rupiah
Pexels/Robert Lens
Uang rupiah

Pemerintah telah membuat kebijakan untuk melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya sejak 28 April 2022. Kebijakan ini keluar agar pelaku industri sawit memprioritaskan kebutuhan di dalam negeri.

Akan tetapi, analis dari Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia, Lionel Priyadi menilai, kebijakan ini berpotensi memperburuk efek kenaikan suku bunga acuan the Fed terhadap rupiah, melemahkan kebijakan anti-inflasi dan pendapatan petani.

Lionel menyoroti kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, karena saat pertama kali diumumkan Presiden Joko Widodo 
kurang memiliki kejelasan. Hal ini membuat pasar merasa pemerintah akan menerapkan larangan ekspor penuh minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.

"Kebijakan larangan ekspor yang kerap berubah-ubah menunjukkan proses pembuatan kebijakan di Indonesia yang sulit diprediksi dan kontraproduktif," jelas Lionel melalui keterangan resmi, Sabtu (30/4).

Kebingungan yang terjadi menghasilkan aksi jual besar-besaran saham kelapa sawit seperti AALI, LSIP, dan TAPG yang jatuh
sebesar -7% pada Senin (25/4) lalu. Rupiah juga terdepresiasi -0,7% menjadi Rp 14.457 per USD, karena pasar khawatir larangan ekspor akan membuat Rupiah rentan terhadap kenaikan suku bunga Fed yang akan datang.

Menanggapi kepanikan pasar yang terjadi dan keberatan dari asosiasi petani, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kemudian mengklarifikasi ekspor larangan hanya mencakup minyak kelapa sawit yang Refined, Bleached and Deodorized (RBD). Produk ini menyumbang 45% dari total ekspor minyak sawit.

"Namun demikian, pemerintah mengubah sikap kebijakannya pada hari Rabu dengan memasukkan CPO, RBD-PO, RBD palm olein, dan minyak goreng masuk daftar larangan ekspor," ungkap Lionel.

Menurutnya, kebijakan larangan ekspor penuh akan mengurangi nilai ekspor minyak sawit hingga Rp44,7 triliun per bulan.

"Penurunan nilai ekspor yang lebih lebih besar berpotensi membuat rupiah rentan terhadap dampak dari kenaikan suku bunga the Fed selama beberapa bulan ke depan," katanya.

Selain itu, kebijakan tersebut juga akan berdampak negatif atas kebijakan anti-inflasi yang berada di bawah naungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Lionel ragu BPDPKS dapat menutup kekurangan pengeluaran Rp 19 triliun dari bea keluar minyak sawit karena larangan ekspor.

"Untuk menutup kekurangan tersebut, BPDPKS mungkin harus menggunakan sebagian aset-asetnya yang mencapai Rp 30,4 triliun, yang diperoleh dari bea keluar tahun-tahun sebelumnya," jelasnya.

Persoalan lain yang timbul akibat kebijakan kebijakan larangan ekspor adalah masalah logistik. Sebab, lokasi dan kapasitas tempat penyimpanan terbatas, sehingga berdampak negatif terhadap penghasilan para petani.

Simak juga data negara-negara yang terkena imbas larangan ekspor ini: 

Halaman:
Reporter: Aryo Widhy Wicaksono
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...