Wamenkeu: Kebijakan Moneter Cukup Sampai Di Sini

Image title
Oleh
10 Oktober 2013, 14:06
Bambang Brodjonegoro
KATADATA
KATADATA

KATADATA ? Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan pemerintah akan membuat kebijakan fiskal yang harmonis dengan kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia. Selain paket kebijakan yang diluncurkan Agustus lalu, pemerintah juga akan menerbitkan kebijakan fiskal pada akhir 2013 dan tahun depan.

Kebijakan fiskal yang akan dikeluarkan itu akan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi masih diperlukan untuk mengurangi angka kemiskinan yang saat ini mencapai 11 persen atau angka pengangguran yang mencapai 6 persen. Bambang menyadari kebijakan moneter yang dilakukan BI untuk memperbaiki defisit neraca berjalan akan berdampak penurunan pertumbuhan ekonomi.

"Kami tidak memaksakan pertumbuhan. Tetapi yang ingin kami katakan adalah kebijakan moneter itu cukup sampai di sini. Supaya pertumbuhan tidak dikorbankan terlalu banyak," ujar Bambang dalam Konferensi Economic Outlook 2014 yang diselenggarakan Bank CIMB Niaga.

Untuk menyelesaikan defisit transaksi neraca berjalan, secara teori memang bisa ditempuh menaikkan suku bunga, mengetatkan pertumbuhan kredit, sehingga laju pertumbuhan ekonomi melambat. Sehingga defisit neraca berjalan ikut berkurang. "Tetapi problemnya kita tidak hanya hidup di dunia moneter," ujarnya.

Bambang menjelaskan kebijakan moneter jangan sampai membuat pertumbuhan ekonomi terganggu. Kebijakan fiskal akan menyertai kebijakan moneter agar perbaikan ekonomi tak hanya menggunakan instrumen moneter. Karena jika hanya menggunakan instrumen moneter, maka pengangguran dan angka kemiskinan tidak berkurang.

"Jika melihat inflasi terkendali, kurs stabil, mengapa harus terus-terusan menaikkan BI Rate. Itu efeknya akan berat terhadap pertumbuhan ekonomi," tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengingatkan agar semua pihak siap dengan pembalikan modal yang akan terjadi pada 2014. Ia mengingatkan bahwa kondisi perekonomian saat ini berbeda dengan kondisi 2011, saat pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5 persen. Pada saat itu, arus modal menyerbu Indonesia karena pengaruh pengucuran stimulus Amerika (quantitative easing) yang dananya ikut mengalir ke negara emerging market. Cadangan devisa pada saat itu mencapai rekor hingga US$ 214 miliar. Ditambah dengan melonjaknya harga komoditas, sehingga ekspor ikut meningkat.

"Ketika kebijakan quantitative easing itu dikurangi, kita harus siap," ujarnya.

Harga komoditas juga diperkirakan tak akan meningkat karena pertumbuhan ekonomi China mengalami penurunan. Sehingga yang harus dipikirkan oleh dunia usaha adalah bagaimana meningkatkan produksi. "Pelaku usaha, bank sentral sudah harus siap mengikuti keseimbangan baru," ujarnya.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan melemahnya rupiah karena mengikuti fundamental ekonomi Indonesia. Ketika tahun 2010-2011, kurs rupiah di kisaran 9.300-9.600. Pada saat itu fundamental ekonomi Indonesia untuk neraca pembayaran masih surplus. Namun saat ini kondisinya mengalami defisit, sehingga rupiah mencapai titik keseimbangan baru di level 11.000. "Adanya kenaikan inflasi, defisit neraca berjalan itu  mengubah fundamental Indonesia," ujarnya.

Chief Economist CIMB Niaga Winang Budoyo menilai BI masih akan menaikkan BI Rate 25 bps lagi di akhir tahun, dari 7,25 persen saat ini menjadi 7,5 persen. Langkah itu tidak terkait dengan menjaga inflasi, namun untuk kestabilan rupiah. Menurutnya, kondisi rupiah saat ini belum stabil. "Jadi perlu ada instrumen yang membuat lebih stabil," ujarnya.
(Ekky Ayuningtias)

Reporter: Nur Farida Ahniar
Editor: Arsip
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...