Borok Lama yang Kembali Kambuh

Image title
Oleh
23 Desember 2013, 00:26
2444.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
KATADATA | Agung Samosir

KATADATA ? Senin ini, Bank Mutiara kembali harus diinjeksi modal oleh Lembaga Penjamin Simpanan Rp 1,5 triliun. Jika ditelisik, salah satu penyebab utamanya adalah sejumlah kredit macet peninggalan manajemen lama, sebelum eks Bank Century ini diselamatkan pada 2008 dengan nilai bailout Rp 6,7 triliun. Jejaknya bahkan terendus sejak 2001.

Munculnya kembali persoalan kredit macet itulah yang sejak pertengahan tahun ini menggerus kinerja keuangan Bank Mutiara yang sesungguhnya mulai sehat. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/ CAR) Bank Mutiara bahkan dikabarkan anjlok hingga di bawah level 8 persen, yang merupakan persyaratan minimum Bank Indonesia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Katadata, dari kebutuhan tambahan modal Rp 1,5 triliun itu, hampir separuhnya (47 persen) atau sebesar Rp 718,69 miliar merupakan pencadangan aktiva (PPA) untuk 10 debitor bermasalah lama senilai Rp 545,4 miliar, plus untuk Letter of Credit (L/C) impor bermasalah tiga koperasi senilai Rp 173,3 miliar. (Baca: Debitor Lama Macet, Modal Bank Mutiara Anjlok)

Adapun ketiga koperasi itu adalah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) pimpinan Nurdin Halid, Induk Koperasi Tahu Tempe Indonesia, dan Induk Koperasi Kesejahteraan Umat Dewan Masjid Indonesia.

Fasilitas kredit ini diberikan pada 2001 oleh Bank CIC, sebelum kemudian dimerger dengan Bank Pikko dan Bank Danpac pada 2004 menjadi Bank Century, sebagai bagian dari skema pemberian kredit luar negeri yang berkaitan dengan program fasilitas kredit dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Salah satunya menyangkut Public Law (PL) 416.

Masing-masing koperasi mendapatkan fasilitas kredit US$ 8 juta. Adapun yang bertindak sebagai eksportir adalah PT Paramitra Langgeng Sejahtera Cabang Singapura, perusahaan milik sobat Robert Tantular.

Jika ditelusuri secara kronologis, setidaknya terdapat pola berulang kredit macet di tiga masa, yaitu ketika bank ini masih bernama CIC (2001-2002), Century (2008) dan Mutiara (2013). Sejumlah kreditor itu telah terendus jejaknya sejak lama, bahkan memiliki keterkaitan dengan keluarga Robert Tantular.

2013 
Berdasarkan dokumen yang dimiliki Katadata, ada 10 debitor bermasalah warisan manajemen lama yang menyebabkan Bank Mutiara mesti menambah pencadangan modalnya. Jumlah outstanding kredit bermasalah tersebut per September 2013 mencapai Rp 840,2 miliar.

Dari jumlah tersebut, sekitar 49 persen atau Rp 411,5 miliar dikabarkan memiliki kaitan bisnis dengan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), perusahaan milik Honggo Wendratno. Ada empat perusahaan yang terkait dengan TPPI, yakni PT Catur Karya Manunggal yang masih memiliki utang Rp 67,42 miliar.

Kemudian tiga perusahaan lainnya adalah PT Trio Irama (Rp 16,1 miliar), PT Selalang Prima International (Rp 155,7 miliar), dan PT Polymer Spectrum Sentosa (Rp 172,4 miliar). Ketiga perusahaan ini diketahui termasuk dalam 10 perusahaan penerima L/C yang dinilai bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Selanjutnya, perusahaan yang kreditnya bermasalah dan termasuk dalam 10 penerima L/C pada 2008 adalah PT Enerindo dahulu bernama PT Petrobas yang dimiliki keluarga Tantular. Per September 2013, outstanding utang Enerindo mencapai Rp 174,6 miliar. Bank Mutiara menilai jika dipailitkan tingkat pengembalian dari perusahaan ini nihil atau 0 persen.

Adapun kredit bermasalah warisan manajemen lama lainnya adalah PT Tranka Kabel dengan outstanding utang Rp 63,0 miliar, dan sudah dipailitkan pada tahun ini dengan tingkat pengembalian 100 persen. Kemudian PT Cahaya Adiputra Sentosa (Rp 35,2 miliar), PT Akasia (Rp 84,9 miliar), dan PT Millenium Anugerah Sakti (Rp 57,8 miliar).

2008
Dalam dua laporan hasil audit investigasi BPK pada 2009 dan 2011 disebutkan adanya mekanisme pemberian 10 fasilitas kredit impor (L/C) senilai US$ 170,6 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun yang dinilai bermasalah. BPK menyatakan pemberian L/C tersebut telah merugikan Bank Century dan menyebabkan dana bailout membengkak menjadi Rp 6,7 triliun.

Halaman:
Reporter: Aria W. Yudhistira
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...