Industri Desak ESDM Tunda Larangan Ekspor Tambang

Image title
Oleh
7 Januari 2014, 00:00
2641.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
KATADATA | Bernard Chaniago

KATADATA ? Kalangan industri pertambangan mineral meminta agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan larangan ekspor mineral mentah. Alasannya tidak semua bahan tambang mineral bisa digeneralisasi.

Hal tersebut menanggapi Peraturan Menteri ESDM RI No 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri ESDM No 07 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral yang mulai akan dijalankan 12 Januari 2014.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tambang Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang mengatakan jika kebijakan itu dijalankan merata, nilai ekonomis yang terkandung akan terbuang. Selain itu smelter yang dibangun juga belum bisa sepenuhnya beroperasi akibat belum adanya pasokan listrik dan belum memenuhi kapasitas produksi.

"Diharapkan itu menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk mencabut aturan larangan ekspor bagi perusahaan tambang tersebut," ujarnya.

Pengamat Pertambangan MS Marpaung menilai tidak semua mineral dapat dimurnikan dengan mudah. Misalnya nikel, yang proses pemurniannya membutuhkan ketersediaan listrik yang besar dan membutuhkan dana tak sedikit. Untuk mineral lainnya seperti timah, tembaga, dan bauksit juga membutuhkan pasokan listrik yang besar.

Sementara, untuk emas dan timah, proses pemurniannya relatif lebih mudah karena energi yang dibutuhkan kecil. ?Harus dilihat dulu, batubara cuma satu jenis, kalau mineral banyak, dari warna, bentuk, dan unsur kimianya beda-beda. Jadi nggak bisa disamakan,? tuturnya.

Selain melihat perbedaan karakteristik, lanjut dia, pemerintah juga perlu melihat dari sisi hasil produksi, jika jumlahnya banyak bisa digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Jika sedikit, menurut dia, seperti zircon, monasit, dan tantalum lebih baik di ekspor karena akan lebih menguntungkan. ?Mineral sedikit boleh dijual, kalau banyak dan sudah ada infrastrukturnya tidak boleh,? tambah Marpaung.

Para pengusaha juga meminta penegasan terkait ketentuan bagi pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk segera dijalankan program renegosiasi, sebagaimana diatur di UU Minerba.

Pengusaha pertambangan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang baru tumbuh 3-6 tahun diberikan kesempatan bisa melakukan ekspor dengan sejumlah syarat tertentu. Kalangan industri juga meminta agar pemerintah memberikan dispensasi waktu bagi pengusaha untuk menyelesaikan proses pembangunan smelter.

Reporter: Desy Setyowati
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...