Pradjoto: Krisis Likuditas 2008 Nyata Terjadi

Nur Farida Ahniar
3 Juni 2014, 15:20
Pradjoto.JPG
KATADATA/ Arief Kamaludin
KATADATA | Arief Kamaludin

KATADATA ?  Pengamat hukum perbankan menjelaskan pada 2008, krisis likuiditas nyata terjadi. Tandanya yaitu permintaan likuiditas tiga bank BUMN yaitu Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Negara Indonesia (BNI) masing-masing sebesar Rp 15 triliun, namun yang disetujui pemerintah sebesar Rp 5 triliun.

Pradjoto yang juga komisaris Bank Mandiri itu mengatakan bank dengan aset terbesar itu juga melakukan penundaan penarikan kredit meskipun debitur sudah memiliki hak untuk mendapatkan kreditnya. Banyak debitur yang belum jatuh tempo kreditnya juga membayar kewajibannya.

Hal itu disampaikan Pradjoto ketika menjadi saksi dalam persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin 2 Juni 2014, malam.

Menurutnya langkah yang dilakukan bank itu untuk merespon krisis likuiditas yang dialami perbankan. Krisis likuiditas juga tercermin dari pasar uang antar bank (PUAB) yang tak bergerak. Perbankan enggan meminjamkan dananya kepada bank lain. Masing-masing bank mengamankan likuditasnya masing-masing. 

Ia menceritakan krisis likuiditas bermula dari krisis ekonomi global pada 2007. Kemudian merambat ke negara lain termasuk Indonesia. Hal ini ditandai dengan pelemahan nilai tukar rupiah pada 2008 mencapai Rp 12.000 yang memberikan dampak luas terhadap perbankan. Selain itu indeks harga saham gabungan (IHSG) yang anjlok hingga 50 persen. "Investor menjual saham dalam rupiah, lalu ditukar dalam dolar, sehingga dalam tekanan demikian dolar menjadi penting," tuturnya.

Pradjoto mengingatkan bahwa perbankan merupakan lembaga yang sangat rawan karena terdapat karakter missmatch atau ketidaksingkronan. Yaitu dana pihak (DPK) yang dihimpun bersifat jangka pendek sedangkang penyaluran DPK dalam bentuk kredit dilakukan dengan jangka waktu panjang.

"Jika krisis terjadi, maka missmatch tidak bisa dibendung. Tidak ada bank besar maupun kecil bisa membendung penarikan dana besar-besaran," ujarnya.

Dampak krisis itu akan terasa dalam tahun berikutnya. Hal itu bisa dilihat dari data kerugian operasional perbankan per Januari 2009 sebesar Rp 301 miliar. Padahal jika dibandingkan dengan Januari 2008, lembaga perbankan mencatat laba Rp 2,7 triliun. Kerugian ini disebabkan meningkatnya pencadangan kredit bermasalah karena kenaikan kredit bermasalah sehingga mengakibatkan tergerusnya margin bunga bersih. 

Reporter: Rikawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...