Ada Potensi Kehilangan Pajak Rp 1,13 Triliun di Sektor Migas

Aria W. Yudhistira
8 Juni 2015, 11:43
Katadata
KATADATA
BPK meminta pemerintah melakukan amendemen kontrak dengan perusahaan migas yang menggunakan tarif PPh berdasarkan tax treaty.

KATADATA ? Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kehilangan penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas bumi (migas) sebesar Rp 1,13 triliun. Potensi kehilangan penerimaan tersebut disebabkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam penggunaan tarif PPh.

Seperti dikutip dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2014, pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan tarif PPh. Selama ini, selain PPh Badan, perusahaan migas juga dikenakan PPh Pasal 26 atau branch profit tax sebesar 20 persen. PPh Pasal 26 ini kemudian dapat digantikan sesuai dengan tarif dalam perjanjian pajak atau tax treaty dengan negara lain.

Persoalannya, kata BPK, banyak kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang menggunakan tarif PPh sesuai tax treaty, sehingga yang dibayarkan menjadi lebih kecil.  

?Dengan penggunaan tarif tax treaty, kontraktor memperoleh bagi hasil lebih dari yang seharusnya, sedangkan pemerintah memperoleh pendapatan yang lebih rendah,? sebut BPK dalam laporannya yang dikutip, Senin (8/6).

BPK mencatat, kondisi ini menyebabkan penerimaan negara dari PPh migas hilang sebesar US$ 91,17 juta atau ekuivalen Rp 1,13 triliun.

Kerugian tersebut, tidak hanya terjadi pada 2014, tapi pada 2010 sampai 2013 pun mengalami hal yang sama. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK, pemerintah kehilangan potensi penerimaan negara masing-masing minimal sebesar Rp 1,43 triliun pada 2010, Rp 2,35 triliun (2011), Rp 1,38 triliun (2012), dan Rp 1,78 triliun (2013).

?Ada potensi kehilangan penerimaan negara dari PPh migas untuk periode selanjutnya apabila pemerintah tidak melakukan amendemen terhadap PSC terkait. Permasalahan tersebut disebabkan pemerintah belum melaksanakan rekomendasi BPK yakni Kementerian ESDM belum melakukan amendemen PSC terhadap KKKS yang menggunakan tax treaty,? seperti dinyatakan BPK.

Kementerian ESDM dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu MIgas (SKK Migas) pada 6 Agustus 2014 sudah memutuskan akan mengamendemen kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC). Nantinya amendemen tersebut akan disinkronkan dengan putusan pengadilan pajak.

?Pada saat ini, tindak lanjut temuan masih menunggu hasil keputusan pengadilan pajak sehingga amendemen PSC belum dapat dilakukan,? kata BPK.

Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...