Fitch Ratings: Daya Tahan Perbankan Indonesia Masih Kuat

Image title
Oleh
2 September 2015, 17:14
Katadata
KATADATA
Nasabah sedang menunggu antrean di salah satu gerai anjungan tunai mandiri (ATM) di salah satu pusat perbelanjaan, Jakarta.

KATADATA ? Perlambatan ekonomi yang diikuti dengan turunnya harga komoditas di pasar internasional telah menimbulkan kekhawatiran akan berdampak ke Indonesia. Kekhawatiran bertambah seiring terjadinya ?perang kurs? yang membuat nilai tukar rupiah bergejolak. Perbankan adalah sektor yang bakal terkena hantaman akibat kondisi ini.

Hasil uji daya tahan atau stress test yang dilakukan lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings, terhadap sembilan bank dengan aset terbesar, menunjukkan memang ada kenaikan risiko yang dihadapi perbankan Indonesia. Terutama akibat meningkatnya rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) yang pada akhir Mei 2015 mencapai 2,6 persen, naik dibandingkan posisi akhir 2013 yang berada di bawah 1,8 persen.

Kesembilan bank tersebut adalah, Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Internasional Indonesia, Bank Pan Indonesia, dan Bank OCBC NISP. Namun, secara umum Fitch menilai kondisi perbankan di tanah air masih mampu menahan gejolak yang disebabkan naiknya biaya kredit, pelemahan rupiah, serta gejolak pasar yang meningkat.

?Empat bank utama Indonesia, yakni Mandiri, BCA, BRI, dan BNI, tampaknya memiliki modal yang cukup untuk menahan kerugian akibat kenaikan biaya kredit,? kata Fitch Ratings dalam laporannya yang terbit hari ini, Rabu (2/9). (Baca: LPS: Risiko Perbankan Menurun Per Juli 2015)

Dari hasil uji daya tahan ini, Fitch menilai tekanan kelihatannya akan lebih besar dihadapi oleh bank-bank skala menengah. Kendati begitu, bank-bank tersebut masih memiliki bantalan yang cukup kuat untuk menahan gejolak, terutama dengan adanya dukungan dari induk usahanya di luar negeri.

Dalam penilaian Fitch, risiko kenaikan NPL perbankan, terutama pada kredit dalam valuta asing (valas). Bahkan dalam catatan Fitch, dilihat dari komposisi kredit valasnya, sistem perbankan Indonesia menerima tekanan paling besar jika dibandingkan dengan negara di ASEAN. Kenaikan risiko ini disebabkan turunnya harga komoditas ditambah dengan gejolak nilai tukar yang membuat sektor migas, pertambangan, manufaktur, agribisnis, serta perdagangan tertekan.

Bank-bank besar, seperti Mandiri dan BNI, memiliki risiko terbesar dari sektor ini dibandingkan bank-bank lokal lainnya. Komposisi kredit valas di kedua bank tersebut berkisar di angka 14 persen-15 persen. ?Bank-bank utama mendapatkan pengaruh yang lebih besar dari turunnya harga komoditas, tapi masih bisa terkelola dengan baik,? papar Fitch.

Fitch menilai, kemampuan perbankan Indonesia dalam menjaga daya tahannya terhadap tekanan dari krisis likuiditas terlihat dari tingkat rasio kredit terhadap simpanan  atau loan to deposit ratio (LDR) yang terjaga di angka 90,6 persen.  

Kemudian, rasio pencadangan risiko yang dimiliki masing-masing bank pun masih tinggi. Berdasarkan hasil stress test tersebut, mayoritas bank memiliki rasio pencadangan sebesar 4,5 persen terhadap rata-rata total kredit. Ini lebih tinggi dari yang diperhitungkan Fitch sebesar 3,9 persen. ?Ini pun sudah jauh lebih tinggi dibandingkan biaya kredit sesungguhnya yakni sebesar 1,4 persen pada 2014 dan 2,1 persen pada kuartal I-2015.?

Reporter: Aria W. Yudhistira
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...