Penurunan Harga Gas untuk Industri Berlaku pada Kontrak Baru

Yura Syahrul
10 September 2015, 17:29
Pipa Gas
Arief Kamaludin|KATADATA

KATADATA ? Pemerintah berencana menurunkan harga gas untuk industri mulai 1 Januari tahun depan. Kebijakan tersebut akan dituangkan dalam peraturan presiden (Perpres), yang saat ini masih digodok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, penurunan harga gas ini hanya diberlakukan untuk kontrak baru penjualan gas.

"Kebijakan tersebut berlaku terhadap kontrak baru dan akan berlaku 1 Januari 2016," kata Menteri ESDM Sudirman Said di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Kamis (10/9). Kebijakan harga itu bertujuan agar harga gas untuk industri, seperti pupuk, bisa lebih murah. Efek lanjutannya adalah mendorong sektor riil agar bisa tumbuh di tengah tren perlambatan ekonomi saat ini.

Namun, lantaran menurunkan harga gas, pemerintah terpaksa harus mengurangi porsi dana bagi hasil gas. Alhasil, potensi penerimaan negara pun bakal berkurang. Sudirman mengaku belum menghitung potensi nilai penerimaan yang hilang akibat kebijakan penurunan harga gas tersebut. ?Pengurangan bagian negara akan dihitung berdasarkan kasusnya masing-masing,? katanya.

Meski penerimaan negara akan berkurang, menurut Sudirman, penurunan harga gas akan memacu perekonomian. Dengan begitu, pajak yang bisa dikutip untuk pemasukan negara akan bertambah besar. ?Hulunya di-give up (dilepas) agar hilirnya bisa jalan,? imbuhnya.

Sementara itu Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, penurunan harga gas hanya diberlakukan untuk  industri tertentu, seperti pupuk, petrokimia, listrik. Adapun potensi penurunan harga menimpa beberapa proyek gas yang saat ini sudah berproduksi. Pertama, proyek Jambaran Cendana Tiung Biru di Blok Cepu, yang memasok gas untuk industri pupuk. Kedua, proyek Bontang V untuk Pupuk Kaltim.

Ketiga, proyek WK Bulu Kris Energy untuk ketenagalistrikan. Keempat, proyek Simenggaris berupa pembangunan kilang mini. Kelima, proyek Ophir Bangkanai    untuk ketenagalistrikan. Keenam, proyek SS LNG di Sengkang untuk pasokan pembangkit listrik di kawasan Indonesia Timur. Ketujuh, proyek FSRU Lampung untuk pasokan bahan bakar pembangkit listrik dan industri di Jawa bagian barat.

Khusus untuk proyek Tiung Biru, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi memperkirakan, penurunan harga gas sekitar US$ 1 dari US$ 8 plus dua persen eskalasi menjadi US$ 7 plus eskalasi. Penurunan harga tersebut otomatis menyebabkan penerimaan negara ikut melorot.

Jika menggunakan asumsi harga gas sebesar US$ 8 per juta british thermal unit per hari, maka nilai hasil produksi Tiung Biru hingga masa kontraknya berakhir tahun 2035 mencapai US$ 12,97 miliar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 45,8 persen merupakan jatah negara, 24,5 persen menjadi bagian kontraktor dan 29,7 persen untuk pengembalian biaya operasi atau cost recovery

Dengan adanya penurunan harga gas, Amien menghitung, jatah negara dari bagi hasil produksi Tiung Biru akan berkurang menjadi sekitar 40,2 persen. Di sisi lain, efek positifnya adalah produksi pabrik pupuk di sana akan meningkat dan memperbanyak lapangan kerja. ?Produknya pupuk, akan stimulus pertanian di daerah itu," katanya.

Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...