Sepekan, Dua Lembaga Tetapkan Rating Layak Investasi Indonesia

Yura Syahrul
2 Februari 2016, 12:20
pembangunan-infrastruktur-gedung
Donang Wahyu|KATADATA

KATADATA - Dalam sepekan terakhir, dua lembaga pemeringkat internasional menilai positif kondisi perekonomian Indonesia di tengah ancaman perlambatan ekonomi dunia dan terus melorotnya harga komoditas. Penilaian tersebut menjadi dasar bagi lembaga rating mempertahankan peringkat layak investasi (investment grade) Indonesia, sehingga bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga yang rendah.

Senin kemarin (1/2), lembaga pemeringkat asal Jepang, Japan Credit Rating Agency Ltd. (JCR), kembali mempertahankan peringkat utang luar negeri atau Sovereign Credit Rating Indonesia pada level investement grade, yaitu BBB- dengan prospek stabil. Peringkat yang sama disematkan pada dua surat utang yang diterbitkan pemerintah Indonesia berdenominasi yen Jepang. Yaitu surat utang senilai 22,5 miliar yen berjangka waktu tiga tahun dan bunga 1,08 persen; dan surat utang senilai 22,5 miliar yen berjangka lima tahun dan bunga 1,38 persen. Ini menegaskan peringkat yang telah diberikan JCR kepada Indonesia pada 22 Oktober 2014.

Advertisement

Setidaknya ada empat faktor kunci yang mendorong JCR mempertahankan peringkat layak investasi Indonesia. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang solid didukung oleh konsumsi domestik, defisit anggaran dan utang swasta yang terkendali, serta perbankan yang relatif sehat dan kuat terhadap guncangan eksternal. Meski di sisi lain, ketergantungan ekspor komoditas mentah masih tinggi di tengah rendahnya harga komoditas, perlambatan ekonomi Cina sebagai mkitra dagang utama Indonesia dan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

(Baca: Dua Alasan Moody’s Pertahankan Peringkat Layak Investasi Indonesia)

Kedua, setelah perombakan kabinet (reshuffle) pada Agustus 2015, pemerintah meningkatkan penekanan pada kebijakan ekonomi melalui peluncuran sembilan paket kebijakan sejak September 2015 hingga pekan lalu. Paket itu mengusung semangat reformasi struktural dengan deregulasi dan pemangkasan prosedur administrasi; beragam insentif pajak; mempertahankan daya beli masyarakat dengan menurunkan harga energi; dan penguatan industri ekspor dan UKM.

Ketiga, kebijakan fiskal berupa pencabutan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) untuk menekan defisit anggaran dan memperbesar anggaran untuk infrastruktur. Kebijakan ini berdampak pada turunnya defisit anggaran menjadi di bawah 2 persen dari produk domestik bruto (PDB).

(Baca: Menguat 6 Persen, Rupiah Terbaik atas Mata Uang Utama Dunia)

Keempat, kebijakan moneter yang hati-hati untuk menyeimbangkan antara stabilitas makroekonomi dan kebutuhan membuka ruang pertumbuhan ekonomi. Pada Januari lalu, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 7,25 persen untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Halaman:
Reporter: Redaksi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement