Terhambat 14 Kementerian, Nomor Kependudukan Sulit Terwujud
KATADATA - Hingga saat ini masih banyak kementerian yang belum menjalin kerjasama pengaksesan data dengan Direktorat Jenderal Kependudukan Kementerian Dalam Negeri. Alhasil, penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Single Identity Number kemungkinan belum dapat diterapkan pada era Presiden Joko Widodo.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan saat ini ada 14 Kementerian yang belum membuat perjanjian dengan instansinya agar dapat mengakses data masyarakat secara komprehensif. Dari 74 Kementerian dan Lembaga (K/L), baru 34 K/L yang dapat diakses direktoratnya untuk persiapan menuju identitas tunggal.
Hal ini, kata Zudan, akan mempersulit instansinya mengejar national single identity terwujud pada 2019. Apalagi, tahun depan, instansinya mulai mendata penduduk sebagai persiapan sistem pemilihan secara elektronik atau e-voting untuk Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden pada 2019. (Baca juga: Pelayanan Publik Biang Keladi Penurunan Indeks Anti Korupsi 2015).
“Secara prosentase sudah 66 persen K/L yang bisa kita akses datanya, tapi 2018 kita kan harus persiapkan itu (e-voting),” kata Zudan usai penandatanganan perjanjian pemanfaatan data kependudukan di Gedung Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Selasa, 1 Maret 2016.
Menurut Zudan, beberapa Kementerian yang dapat diakses dalam pemanfaatan data kependudukan antara lain Kementerian Keuangan (pajak), Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, serta Polri. Adapun instansi nonpemerintah seperti perbankan, asuransi, dan operator telepon seluler.
Apabila single identity dapat diberlakukan maka akan ada kemudahan luar biasa yang dapat diperoleh masyarakat. Salah satu contohnya, ketika membeli tanah, masyarakat di satu daerah tidak perlu membuat Kartu Tanda Penduduk untuk memiliki lahan di wilayah lain. “Sama halnya dengan pemakai narkoba dan pernah ditilang. Ini seumur hidup akan tercatat,” katanya.
Kementerian Dalam Negeri juga mencatat baru 156 juta penduduk yang melakukan perekaman untuk data e-KTP dari total wajib rekam 182 juta dari 257 juta penduduk. Hal itu dipicu oleh mobilitas masyarakat yang tinggi atau bekerja di wilayah yang bukan domisili aslinya. Dampaknya, perekaman belum dilakukan. “Padahal dari kami bisa merekam sepanjang mereka tidak mengubah identitas KTP-nya,” kata Zudan. (Lihat pula: Pemerintah akan Rilis Aturan Perdagangan Bebas di Dalam Negeri).
Dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Kependudukan, pembuatan NIK telah memiliki payung hukum berupa Ketetapan MPR Nomor 6/MPR/2002 yang menyebutkan bahwa untuk mewujudkan pelayanan publik diperlukan suatu pembuatan nomor induk tunggal dan terpadu secara nasional. Kewenangan tersebut, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2005, merupakan tugas Kementerian Dalam Negeri.