Per Agustus, BI Rilis Suku Bunga Acuan yang Lebih Membumi

Yura Syahrul
Oleh Yura Syahrul - Desy Setyowati
14 April 2016, 20:38
BI bank
Arief Kamaludin|KATADATA

Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan instrumen moneter baru, berupa suku bunga acuan pengganti BI rate. Suku bunga baru yang kabarnya akan mulai berlaku awal Agustus nanti itu, bertujuan lebih memudahkan perbankan menurunkan bunga simpanan dan kredit, sekaligus untuk pendalaman pasar keuangan.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, langkah BI ini berdasarkan hasil kajian dari penerapan BI rate selama ini. Sebab, belakangan ini, besaran BI rate sudah tidak lagi sejalan dengan angka inflasi. Contohnya, per akhir Maret lalu, inflasi secara tahunan (year on year) sebesar 4,45 persen. Sedangkan BI rate masih sebesar 6,75 persen, meski bank sentral sudah tiga kali memangkas suku bunga acuan itu sejak awal 2016.

Advertisement

Bahkan, ke depan, tren penurunan inflasi diperkirakan terus berlanjut di tengah rendahnya harga komoditas. Apalagi, sejak awal tahun ini, pemerintah sudah dua kali menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Begitu pula dengan Tarif Dasar Listrik (TDL), sehingga inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) bakal terus melorot.

“BI Rate itu kan hubungannya dengan inflasi. Jadi perlu di-review,” kata Darmin di Jakarta, Kamis (14/4). Namun, dia enggan menjelaskan lebih jauh hasil kajian tersebut dan instrumen baru moneter yang akan diluncurkan bank sentral. “Semestinya kebijakan baru ini arahnya lebih baik. Tapi tolong, saya jangan didorong menceritakannya.”

(Baca: BI Tak Lagi Agresif Mengubah Suku Bunga)

Rencananya, BI memang baru akan mengumumkan kebijakan itu dalam konferensi pers, Jumat (15/4) besok. Namun, para pejabat BI masih bungkam perihal detail kebijakan anyar itu. Sejumlah analis dan ekonom juga enggan berkomentar hingga menanti pengumuman resmi dari BI.

BI Enggan Pangkas Suku Bunga
BI Enggan Pangkas Suku Bunga (Katadata)

Berdasarkan informasi yang dihimpun Katadata, pejabat bank sentral telah menyampaikan rencana kebijakan baru itu kepada para ekonom dan analis dalam acara analyst meeting, Senin lalu (11/4). Latar belakang kebijakan tersebut berangkat dari kritik para pelaku pasar keuangan sejak 2013 lalu bahwa BI rate sebaiknya dihapuskan saja karena tidak lagi mencerminkan kondisi di pasar.

(Baca: BI Rate Turun 3 Kali, BI Menilai Kebijakannya Belum Efektif)

Kondisi itu terjadi sejak kebijakan quantitative easing pemerintah Amerika Serikat (AS) pasca krisis 2008 yang menimbulkan likuiditas berlimpah dan membanjiri pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia. Likuiditas berlebih itu mengerek penurunan bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan fasilitas simpanan (deposit facility) BI. Namun, BI rate cenderung stagnan di level 7 persen untuk mengerem laju inflasi.    

“Fitrah benchmark atau suku bunga patokan itu kan harus jadi acuan suku bunga pasar. Tapi sekarang bunga pasar kemana, bunga acuannya kemana,” kata seorang pelaku pasar keuangan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement