Tarif Tax Amnesty Usulan Pemerintah Dinilai Terlalu Rendah

Desy Setyowati
20 April 2016, 15:41
Hindari Pajak Indonesia, Lari ke Negara Tax Haven.jpg
Arief Kamaludin|KATADATA

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak terus bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat. Silih berganti, Dewan memanggil berbagai kalangan untuk dimintai pendapatnya atas tax amnesty ini. Salah satu topik yang menjadi perhatian khusus yaitu terkait tarif tebusan pengampuna pajak.

Dalam perubahan terakhir RUU Pengampunan Pajak yang diterima Katadata, tarif uang tebusan yang harus dibayar ke kas negara tercantum pada Pasal 3. Bagi pemohon pengampunan pajak pada bulan pertama sampai ketiga sejak aturan diberlakukan dikenakan tarif tebusan dua persen. Namun bila baru mengajukan pada bulan ke empat sampai ke enam nilainya menjadi empat persen, lalu enam persen di bulan selanjutnya hingga tutup 2016. (Baca: Tax Amnesty Disahkan, Pemerintah Tak Buru Wajib Pajak Lama).

Tawaran lebih menggiurkan diberikan pemerintah jika pemohon pengampunan juga menempatkan dananya di Tanah Air atau repatriasi. Uang tersebut akan ditanam dalam beberapa instrumen investasi, di antaranya Surat Berharga Negara, untuk jangka waktu tertentu. Bila sepakat, pemohon hanya dikenai tarif uang tebusan sebesar satu, dua, atau tiga persen, mengikuti periode pengampunan tanpa penempatan uang di dalam negeri.

Angka-angka tersebut mendapat sorotan tajam sejumlah pakar lantaran dinilai terlalu rendah. Apalagi tiga tahap waktu permohonan akan merugikan pemerintah karena penerapannya bisa berlangsung hingga tahun depan. Pada 2017 mulai berlaku perturkaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) terkait pajak antarnegara. (Baca: Tax Amnesty Disetujui, Penyidikan Pidana Pajak Dapat Dihentikan).

Kepala Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anggito Abimanyu, misalnya, menilai tarif yang ditawarkan pemerintah terlalu kecil. Kemudian, menimbang kemungkinan kebijakan ini baru diterapkan Juni, tarif murah akan berlanjut hingga tahun depan. “Jika RUU ini disetujui setelah Juni, tiga bulan mentok ke Desember,” kata Anggito saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi Keuangan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu, 20 April 2016.

Bila prediksi tersebut benar terjadi, tax amnesty bisa bergeser ke 2017. Padahal, pada tahun depan Indonesia sudah bisa memanfaatkan AEOI untuk menelisik dana warga Indonesia yang banyak tersebar di luar negeri terutama negara-negara suaka pajak atau tax havens. Sehingga, tidak relevan lagi menerapkan pengampunan pajak. (Lihat pula: Tax Amnesty dan Keresahan Lapangan Banteng).

Halaman:
Reporter: Muchamad Nafi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...