Sangkal Kartel, Yamaha: Skutik Mahal karena Aneka Pajak dan Biaya
Dua produsen motor papan atas, yaitu PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM), menyangkal telah menjalankan praktik kartel dalam penjualan motor matic atau skuter matik (skutik) di seluruh Indonesia. Dengan menyodorkan berbagai indikasi dan bukti, keduanya pun membantah telah bersekongkol melakukan kecurangan tersebut.
Executive Vice President Yamaha Indonesia Dionisius Bety mengatakan, tuduhan adanya kartel dalam penjualan skutik ini tidak dapat dibuktikan. Ada beberapa alasan yang mendasari pernyataan tersebut.
Pertama, biaya promosi yang dikeluarkan Yamaha selama ini sangat tinggi. Padahal, jika memang melakukan kartel, tidak perlu melakukan promosi besar-besaran.
Kedua, adanya perang produk yang berlangsung sengit antara Yamaha maupun Honda. Bahkan, perang itu hingga menjurus pada aksi kampanye hitam (black campaign) yang saling serang di antara mereka.
Ketiga, pemberian diskon besar-besaran, seperti tawaran uang muka atau down payment (DP) yang sangat rendah. Kalau melakukan praktik kartel, seharusnya Yamaha tidak perlu melakukan cara tersebut.
(Baca: Diduga Kartel Skutik, Yamaha dan Honda Terancam Denda Rp 25 Miliar)
Terkait tuduhan monopoli yang dilakukan Yamaha dan Honda dalam segmen motor skutik, Dion menjelaskan, segmen ini membutuhkan dana sangat besar. Dana itu untuk anggaran promosi dan pengembangan teknologinya. Alhasil, tidak semua merek motor mampu bersaing di segmen skutik.
Di sisi lain, Dion menilai, investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah membuat kesalahan fatal dalam penyelidikan kasus ini. Dalam tuduhannya, KPPU menyatakan keuntungan Yamaha naik hingga 47,4 persen akibat praktek kartel tersebut. Padahal, dalam laporan keuangan yang dijadikan bahan penyelidikan, seharusnya keuntungan Yamaha hanya naik 7,4 persen.
Selain itu, dia mempertanyakan penggunaan surat elektronik (e-mail) sebagai alat bukti penyelidikan. Sebab, setiap hari dia mendapat e-mail dari berbagai kalangan. E-mail yang digunakan pun merupakan e-mail internal petinggi, bukan e-mail resmi dari perusahaan. Jadi, Dion menilai, e-mail tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti.
"Saya ingin sampaikan setiap hari terima e-mail puluhan. E-mail dari berbagai pihak, ada yang mengajak kencan, apa itu jadi bukti selingkuh?" ujar Dion saat sidang pembelaan di kantor KPPU, Jakarta, Selasa (26/7).
Dion juga membantah kabar yang banyak beredar belakangan ini yang menyebutkan harga skutik di Indonesia merupakan yang termahal di kawasan ASEAN. Menurutnya, harga motor skutik di Indonesia justru paling murah dibandingkan negara lain di ASEAN, yakni rata-rata hanya Rp 9,3 juta per unit. Namun, memang terdapat pajak berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), biaya balik nama, pembuatan plat nomor, dan BPKB. Jika ditotal, semua komponen itu mencapai 42 persen dari harga jual motor.
(Baca: Kemenhub Batasi Pemudik Motor Lintas Wilayah Tahun Depan)
Di tempat yang sama, Deputy Head of Corporate Communication Honda Ahmad Muhibbudin mengatakan, Honda tidak memiliki motif dalam melakukan kecurangan. Alasannya, dalam penyelidikan KPPU tahun 2013-2014, pangsa pasar Honda sudah jauh di atas kompetitornya. Jadi, tidak beralasan bagi Honda sebagai pemimpin pasar harus bersepakat dengan pesaing yang pangsa pasarnya lebih kecil.
Honda juga merasa heran ikut dilibatkan dalam kasus ini. Karena, surat elektronik yang dijadikan alat bukti merupakan e-mail internal petinggi Yamaha yang tidak ada kaitannya dengan Honda. "Komunikasi internal itu merupakan pernyataan sepihak, yang tidak ada kaitannya dengan Honda, dan juga cenderung menuduh kami melakukan kesepakatan harga," ujar Ahmad.
Ia juga membantah tuduhan KPPU bahwa Honda mengambil keuntungan berlebihan dalam penjualan skutik. Ahmad mengatakan, keuntungan Honda tahun lalu justru menurun walaupun penjualan naik. Sebab, untuk menjaga daya beli dengan menyerap rupiah dan inflasi serta biaya tenaga kerja yang tinggi.
Oleh karenanya, Honda meminta KPPU untuk menghentikan pengusutan kasus ini. Pihak Yamaha pun meminta kasus ini segera dihentikan. Adapun jika tetap dilanjutkan, Yamaha yakin pihaknya tidak akan terbukti bersalah. Malahan, Dion mengatakan, pihaknya sedang mengkalkulasi kerugian yang dialami Yamaha akibat kejadian ini. Jika kerugiannya cukup besar, maka tidak menutup kemungkinan pihak Yamaha akan menuntut balik KPPU.
"Mengenai penuntutan, kami akan hitung dampak kerugiannya. Membangun satu merek tidak murah dan butuh waktu panjang. Merusaknya sangat gampang dan sebentar. Kami akan perhitungkan lagi. Apakah ada unsur sengaja atau tidak," ujar Dion.