Revisi Aturan Pajak Hulu Migas 2010 Dinilai Salah Sasaran

Anggita Rezki Amelia
4 Agustus 2016, 17:44
Rig
Katadata

Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas), untuk membangkitkan animo investasi. Namun, rencana itu bukan jaminan bakal dapat menjawab persoalan. 

Dewan Penasehat Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, selama ini sektor hulu migas menggunakan skema kontrak bagi hasil, dimana kontraktor mengikat kontrak dengan badan pemerintah. Jadi, bukan berkontrak dengan perusahaan negara.

Alhasil, kontrak itu akan tetap menjadi subyek pajak secara langsung. “Perubahan PP Nomor 79 Tahun 2010 tidak akan mengubah keadaan bahwa kontrak tetap akan menjadi subyek dan menanggung pajak-pajak tidak langsung,” kata dia kepada Katadata, Kamis (4/8).

(Baca: Jokowi Dorong Revisi Aturan Cost Recovery dan Pajak Hulu Migas)

Jadi, akar masalah di industri hulu migas bukanlah pada aturan tersebut, melainkan pada Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas. Karena itu, selama tidak ada revisi tata kelembagaan atau revisi UU Migas, aturan dalam PP 79/2010 tersebut sebenarnya tidak keliru.

Menurut Pri Agung, kemunculan UU Migas itu ikut mengubah tata kelola kelembagaan hulu migas. Bahkan, beleid itu sudah menyimpang dari filosofi kontrak bagi hasil yang sebenarnya. Filosofi kontrak bagi hasil yang terkait pajak adalah negara tidak akan mengenakan pajak terhadap aset yang dimiliki negara sendiri.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...