Didorong Asing, Bank Dunia: Industri Manufaktur Bisa Jaya Kembali

Desy Setyowati
18 Agustus 2016, 17:22
Industri Manufaktur
Arief Kamaludin|KATADATA

Ekonom Bank Dunia Ndiame Diop menyatakan industri manufaktur Indonesia berpeluang kembali ke masa jaya pada periode 1990 – 1996. Ketika itu, sektor ini tumbuh rata-rata 11 persen.

Sekarang merupakan waktu yang tepat untuk kembali mendorong industri manufaktur seiring berakhirnya era ledakan komoditas. Di sisi lain, Cina yang sebelumnya bergantung pada manufaktur mulai beralih ke konsumsi rumah tangga untuk tumbuh. Kekosongan pasar inilah yang berpotensi direbut oleh Indonesia.

Dengan catatan, kata Diop, sepanjang pemerintah konsisten atas kebijakan reformasi struktural, pertumbuhan manufaktur dapat kembali ke level 11 persen bisa dicapai dalam jangka menengah. Laju tersebut akan mendorong pendapatan masyarakat, dari saat ini hanya di kisaran US$ 3 ribu per kapita. (Baca: Pelaku Usaha Optimistis Pertumbuhan Industri 2016 Lebih Baik).

“Pemerintah harus punya long term strategypolicy framework. Kalau difasilitasi pemerintah, investor pasti masuk,” kata Diop saat roundtable discussion mengenai sektor manufaktur di kantornya, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2016. (Baca: Didominasi Lulusan SMP, Industri Manufaktur Kekurangan Pekerja).

Yang terpenting, dia melanjutkan, pemerintah harus memberikan kejelasan, kepastian, kemudahan, dan konsistensi kebijakan. Perbaikan kemudahan berusaha (Ease of Doing Bussiness/EoDB), misalnya, akan memberi ekspektasi positif bagi investor meskipun dampaknya baru terasa beberapa tahun kemudian. Dia berharap perbaikan EoDB gencar dilakukan agar peringkat Indonesia meningkat pada Oktober mendatang dari posisi 109 saat ini.

Untuk itu, setidaknya ada empat syarat yang ia sampaikan agar penanam modal asing berminat berinvestasi di Indonesia. Pertama, menjaga inflasi agar tetap rendah dan menghindari apresiasi kurs tukar valuta riil (Real Effective Exchange Rate/REER) yang terlalu besar. 

Ekonom Bank Dunia, Ndiame Diop
Ekonom Bank Dunia, Ndiame Diop
(Arief Kamaludin | Katadata)

REER di bawah 100 menunjukan bahwa nilai tukar rupiah masih kompetitif untuk mendorong ekspor. Kenaikan harga juga menjadi penyebab utama anjloknya sektor manufaktur, sebab industri ini merupakan penerima harga dan kesulitan meneruskan kenaikan (inflasi) itu kepada pelanggan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...