DPR Diminta Tak Pilih Anggota BPK yang Terafiliasi Partai

Martha Ruth Thertina
Oleh Martha Ruth Thertina - Desy Setyowati
16 September 2016, 10:14
BPK
KATADATA
BPK

Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan untuk memilih satu orang petinggi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada pekan depan. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam meminta Komisi membuat terobosan, salah satunya tidak lagi memilih calon yang terafiliasi dengan partai politik.

“Seharusnya anggota atau pimpinan BPK bukan dari partai politik. Harus ada terobosan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Kalau itu terus dilakukan, BPK tidak akan menjadi institusi yang memberi kontribusi real ke tata kelola pemerintahan yang baik,” kata Arif kepada Katadata, Kamis, 15 September 2016.

Ia meragukan integritas petinggi BPK yang berasal dari kalangan tersebut. Keberadaan mereka berpotensi melemahkan kerja institusi. “Bagaimana bisa dia mengaudit jika terkait partai politiknya, apakah dia mampu mengaudit DPR atau kementerian yang satu bendera dengan partainya?” ujar Arif. (Baca juga: Rawan Politisasi, Pemilihan Pimpinan BPK Seharusnya Seperti KPK).

Dari sembilan petinggi BPK saat ini, tiga di antaranya memang memiliki latar belakang sebagai anggota parpol. Mereka yaitu Ketua BPK Harry Azhar Azis (mantan politikus Partai Golkar), Anggota BPK Rizal Djalil (mantan politikus Partai Amanat Nasional), dan Anggota BPK Achsanul Qosasi (mantan politikus Partai Demokrat).

Selain itu, Wakil Ketua BPK Sapto Amal Damandari tercatat pernah menjadi tenaga ahli di DPR. Sementara itu, Anggota BPK Agung Firman Sampurna tidak berafiliasi dengan parpol, namun di jalur keluarga ia merupakan putra politikus senior Partai Golkar Kahar Muzakir.

Selain meminta agar Komisi tak memilih calon dari partail, Arif meminta komisi memilih calon yang mampu mendorong audit BPK semakin efektif. Artinya, bukan hanya melakukan audit yang bersifat administratif tapi mendalami potensi korupsi dalam penggunaan duit negara dan potensi anggaran suatu institusi dalam memiskinkan masyarakat.

“Kalau audit hanya administratif saja, banyak (hasil audit) wajar tanpa pengecualian (WTP), tapi kepala daerah ditangkap KPK,” kata dia. Arif mencontohkan penangkapan Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Yan Anton Ferdian April lalu. Padahal, BPK mengganjar opini WTP untuk laporan keuangan pemerintah daerah tersebut pada 2015.

Ia juga meminta Komisi Keuangan untuk mempertimbangkan calon-calon yang direkomendasikan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sebab, Komisi seharusnya bermitra dengan DPD dalam memilih petinggi BPK. (Baca juga: Seleksi Teman Sendiri, Anggota DPR Antusias Ikut Rapat Calon BPK).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...