Menkeu Siap Bawa Sengketa dengan Google ke Pengadilan Pajak

Miftah Ardhian
Oleh Miftah Ardhian - Safrezi Fitra
16 September 2016, 21:28
Joko Widodo
Foto:BPMI Setpres
Presiden Jokowi berdialog dengan CEO Google Sundar Pichai di San Fransisco, Amerika Serikat.

Pemerintah sedang mengkaji cara untuk memungut pajak dari perusahaan digital (Over The Top/OTT) seperti Google, Facebook, Yahoo, dan Twitter. Rencananya, pemerintah akan mengajak perusahaan-perusahaan tersebut untuk berdiskusi guna mencari solusi terkait masalah perpajakan. Tapi, jika tak ada jalan temu, pemerintah akan membawa sengketa tersebut ke pengadilan pajak.

"Ditjen pajak akan menggunakan pasal yang ada, kami punya wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau sepakat atau tidak sepakat ada peradilan pajak," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (16/9).

Advertisement

Sri Mulyani mengatakan Ditjen Pajak sebetulnya sudah berupaya memungut pajak dari perusahaan OTT tersebut dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut berdalih dan memiliki argumen masing-masing. (Baca juga: Pemerintah Kejar Pajak Google, Facebook, Twitter, dan Yahoo).

Google misalnya, menolak untuk diperiksa Ditjen Pajak. Perusahaan digital asal Amerika Serikat ini tak mau ditetapkan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT). Perusahaan ini kemudian mengirim balik surat pemeriksaan pajak yang diserahkan oleh Direktorat pimpinan Ken Dwijugiasteadi itu. Sekedar catatan, perusahaan asing yang memiliki aktivitas di Indonesia hanya bisa dipajaki jika memiliki status BUT.

Sesuai Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Pajak Penghasilan, BUT atau Permanent Establishment (PE) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia. 

BUT bisa berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan. Kemudian pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, hingga pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain. Ketentuannya sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

Masalahnya meski sudah memiliki perusahaan di Indonesia, perusahaan tersebut tidak berbisnis di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan Google Indonesia tidak berbisnis iklan di dalam negeri. Bisnis iklan di Indonesia dijalankan oleh Google Singapura.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement