Investor Migas Belum Puas Hasil Revisi Aturan Cost Recovery

Anggita Rezki Amelia
28 September 2016, 17:47
IPA Migas
Arief Kamaludin | Katadata

Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) ternyata belum puas dengan hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang cost recovery atau biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas. Alasannya, mereka menginginkan agar revisi peraturan itu memasukkan prinsip assume and discharge agar memberikan kepastian untuk berinvestasi.

Penilaian ini berdasarkan rangkuman pendapat dari beberapa pelaku industri migas yang diwawancarai oleh Katadata. Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong menyatakan, klausul mengenai prinsip assume and discharge itu belum jelas diatur dalam revisi PP 79 tersebut. (Baca: 23 Kontraktor Migas Terjerat Sengketa Pajak Rp 3,2 Triliun)

Advertisement

Menurut dia, revisi itu hanya memuat beberapa pembebasan pajak. Alhasil, investor migas belum sepenuhnya terbebas dari belitan pajak atas hasil eksploitasi migas. "Mungkin ada beberapa jenis pajak saja yang dibebaskan. Tapi hal ini membuat investor masih terkena pajak-pajak lain maupun pajak-pajak dan pungutan baru," katanya kepada Katadata, Selasa (27/9).

Berbeda jika prinsip assume and discharge diterapkan, maka migas yang didapat kontraktor sudah bersih alias tidak perlu lagi membayar pajak tidak langsung. Sebaliknya, bagi hasil yang didapat pemerintah sudah termasuk pajak.

Joint Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd Moshe Rizal Husin menyatakan penilaian yang sama. Menurut dia, investor migas saat ini lebih membutuhkan prinsip assume and discharge. “Secara pribadi (yang disampaikan pemerintah) belum terpenuhi,” kata dia kepada Katadata, Selasa (27/9). (Baca: Empat Insentif dalam Revisi Aturan Cost Recovery dan Pajak Migas)

Pemerintah sebelumnya sudah mengumumkan poin-poin pokok dalam revisi PP Nomor 79 tahun 2010. Setidaknya ada lima poin penting yang direvisi.

Pertama, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yang mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor dan bea masuk serta PPN dalam negeri dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kedua, seperti di masa ekplorasi, fasilitas serupa diberikan di masa eksploitasi. Hanya, kali ini dalam rangka pertimbangan keekonomian proyek.

Ketiga, pemerintah membebaskan PPh Pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) oleh kontraktor. Hal ini dalam rangka memanfaatkan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.  (Baca: Cost Recovery Direvisi, Investasi Migas di Indonesia Selevel Malaysia)

Keempat, ditetapkannya kejelasan fasilitas nonfiskal yang meliputi investment credit, depresiasi dipercepat, dan DMO holiday. Terakhir, pemerintah menetapkan konsep bagi hasil penerimaan negara berupa sliding scale. Di sini, pemerintah bisa memperoleh bagi hasil yang lebih tinggi apabila terdapat kenaikan harga minyak yang signifikan (windfall profit).

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement