Kebijakan Harga Minyak Dikritik Jelang Pertemuan OPEC

Maria Yuniar Ardhiati
28 November 2016, 17:51
minyak
Katadata

Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) akan menggelar pertemuan di Wina, Austria, pada Rabu (30/11) mendatang. Pertemuan itu diharapkan bisa membuahkan kesepakatan terkait kuota pasokan untuk membangkitkan harga minyak dunia. Namun, kebijakan yang ditempuh OPEC selama ini malah menuai kritik.

Mantan Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali Al-Naimi, menilai kebijakan-kebijakan OPEC belakangan ini telah salah arah. Sebab, langkah OPEC untuk mendongkrak harga minyak malah menggiring ke arah penurunan pangsa pasar. Al-Naimi mengatakan, yang perlu dilakukan organisasi tersebut hanyalah membiarkan kapitalisme bekerja dengan sendirinya.

Advertisement

“Ini sebenarnya hal yang sederhana, yaitu membiarkan pasar bekerja dengan sendirinya,” ujar Al-Naimi seperti dilansir Bloomberg, Minggu (27/11). (Baca: Permintaan Meningkat, Harga Minyak Indonesia Naik 8,1 Persen)

Selama dua tahun terakhir, OPEC telah berupaya menekan produksi minyak mentah yang membanjiri pasar dunia. Namun, jika ingin menyelamatkan perusahaan minyak dunia yang sudah tertatih-tatih, OPEC harus mengambil kebijakan yang sebaliknya.

Premier Oil, perusahaan tercatat di bursa London dengan produksi 60 ribu barel per hari, mengharapkan pemulihan harga minyak setidaknya US$ 50 per barel pada tahun depan. Sepanjang tahun ini, harga minyak jenis Brent hanya satu kali mencapai level harga tersebut. Meski demikian, perusahaan yang sedang kesulitan ini tetap bisa bertahan di tengah terpaan harga minyak rendah. Artinya, Premier Oil sudah beradaptasi dengan cukup baik sejak harga minyak terpuruk pada 2015. 

Para produsen di industri minyak dan gas bumi dunia, mulai dari pelosok Amerika hingga Siberia, berharap agar OPEC dapat memancing munculnya kenaikan harga minyak. Dengan begitu, perusahaan bisa mengalokasikan dana yang cukup untuk meningkatkan pengeboran. Tanpa adanya kesepakatan tersebut, harga minyak yang kini berada di titik US$ 47 per barel bisa melorot hingga menyentuh US$ 30 pada Januari mendatang.

Namun, para analis menyatakan, baik OPEC maupun Rusia sebagai negara non-anggota OPEC, malah memperkuat posisi mereka untuk mempertahankan pangsa pasar. Organisasi pengekspor minyak tersebut membidik rentang harga antara US$ 50 hingga US$ 60. Kisaran tersebut dianggap cukup tinggi untuk para produsen.

“Namun, harga itu belum cukup tinggi untuk mendorong adanya produksi baru dari sumber-sumber minyak serpih Amerika Serikat,” kata pengamat OPEC, Walid Khadduri di Arab Gulf States Institute, Washington.  (Baca: Harga Minyak Bisa Turun Jangka Pendek Akibat Efek Trump)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement