Pemerintah Revisi UU untuk Genjot Penerimaan Selain Pajak
Pemerintah terus berupaya menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah dengan merevisi aturan mengenai penerimaan negara ini.
Rencananya tahun depan pemerintah akan mengajukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan revisi UU ini akan dijadikan prioritas untuk tahun depan.
Dengan merevisi UU ini Kementerian Keuangan akan bisa memantau realisasi PNBP dengan pendataan yang diperbarui secara berkala. Kementerian dan lembaga (K/L) juga akan bisa menyesuaikan tarif pungutan nonpajak setiap dua tahun sekali. Saat ini masih banyak tarif yang tidak sesuai dengan kondisi terkini.
Menurutnya dalam revisi UU ini akan akan dibuat ketentuan mengenai pembagian tugas yang jelas antara Kementerian Keuangan dengan K/L yang menetapkan tarif PNBP. Hal ini penting untuk mengoptimalisasikan proses manajemen K/L dalam mengejar dan mengelola PNBP.
Proses perencanaan penetapan tarif ini akan disesuaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kami harap PNBP bisa lebih optimal dan akuntabel," kata Askolani usai acara PNBP Awards di Gedung Dhanapala, Jakarta, Selasa (6/12).
Dia mengatakan sebenarnya revisi UU tersebut sudah dijadikan rencana prioritas pembahasan di parlemen. Namun, karena ada pembahasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak yang dianggap lebih prioritas, maka pembahasan revisi regulasi PNBP terpaksa ditunda.
"Kami sudah membahas sebagian (UU PNBP), tahapannya sudah maju," kata Askolani. "Harapan kami mudah-mudahan 2017 bisa selesai pembahasannya."
(Baca: Kejar Target Penerimaan 2017, Pemerintah Dorong Kepatuhan Pajak)
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan selain revisi UU 20, pihaknya juga akan melakukan sejumlah perbaikan. Beberapa di antaranya adalah optimalisasi fungsi Inspektorat Jenderal tiap K/L dalam pengawasan PNBP. Kemudian ada pula perbaikan dalam sistem teknologi informasi untuk mempermudah setoran.
"Kita sudah ada sebenarnya, namanya Sistem Informasi PNBP Online (Simponi). Ini harus diimplementasikan dengan baik," katanya.
Mardiasmo mengatakan optimalisasi ini dilakukan di tengah menurunnya PNBP akibat jatuhnya harga komoditas di pasar dunia. Tahun lalu realisasi PNBP hanya Rp 253,7 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai Rp 398,4 triliun.
Dia mengakui ada faktor lain yang membuat setoran PNBP tahun lalu rendah. Salah satunya banyak K/L yang melakukan kewajiban PNBP tidak sesuai dengan ketentuan, seperti terlambat menyetor ke Kementerian Keuangan.