Sri Mulyani Sesalkan Aset Negara Tak Bernilai Tambah tapi Jadi Beban
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti pengelolaan aset negara yang tidak menciptakan nilai tambah. Salah satunya, dia menyesalkan aset negara berupa properti dari hasil penyelamatan banyak bank pada krisis ekonomi 1997-1998.
Saat meresmikan pendirian Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) di Jakarta, Jumat (23/12), Sri Mulyani meminta agar lembaga pemerintah ini mengelola aset yang bernilai tambah. Para pejabat di LMAN harus memiliki pola pikir seperti masyarakat di negara maju, yang pengelolaan asetnya menghasilkan uang.
Keuntungan dari pengelolaan aset negara tersebut minimal melebihi beban bunga utang yang harus ditanggung pemerintah. (Baca: Sudah Kontrak, Pembangunan Bendungan Sukamahi Masih Tunggu Lahan)
Sri Mulyani melihat, nilai aset negara masih sama dengan saat ia menjabat Menteri Keuangan pada 2004 lalu. Artinya, aset itu dibiarkan tanpa menghasilkan uang, bahkan menjadi beban karena membutuhkan pemeliharaan.
Ia mencontohkan, aset apartemen hasil dana talangan (bail out) bank pada 1997-1998 yang pengelolaannya masih sedikit. Aset tersebut hanya membebani pemerintah dengan biaya perawatan.
Ke depan, Sri Mulyani berharap aset negara dapat bernilai tambah setelah diinventarisir, pembukuan, dan sertifikasi. “Kecepatan menciptakan nilai dan manfaat untuk seluruh aset negeri ini, tidak hanya mati menjadi barang di pembukuan, tetapi harus berdenyut dan bekerja untuk membangun Indonesia lebih baik,” katanya.
(Baca: Proyek Rel Kereta Luar Jawa Terhambat Pembebasan Lahan dan Dana)