Kematian Akibat Polusi Udara di Asia Tenggara Akan Naik Drastis

Maria Yuniar Ardhiati
16 Januari 2017, 17:02
Tambang Batu Bara
Donang Wahyu | KATADATA
Batu Bara Donang Wahyu | KATADATA

Emisi dan tingkat polusi udara dari batu bara di Asia Tenggara diprediksi naik hingga tiga kali lipat pada 2030. Kondisi ini akan menyebabkan angka kematian akibat polusi meningkat. Prediksi ini berdasarkan laporan Harvard dan Greenpeace yang diterbitkan pada Jumat pekan lalu.

Laporan Harvard dan Greenpeace, seperti dikutip CNN pada Jumat (13/1), menyebutkan sekitar 20 ribu orang di kawasan Asia Tenggara meninggal setiap tahun akibat emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara. (Baca: Proyek Listrik 35 Ribu MW Dongkrak Konsumsi Batubara 90 Persen)

Peneliti polusi udara dari Greenpeace, Lauri Myllyvirta mengatakan pengembangan batu bara di Asia Tenggara telah menarik banyak perhatian. "Karena negara-negara di kawasan ini hanya memiliki standar minimal untuk emisi pembangkit listrik," katanya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (12/1).

Angka kematian akibat emisi batu bara diprediksi naik menjadi 70 ribu jiwa pada 2030. Ini akan terjadi jika seluruh proyek pembangunan pembangkit listrik di kawasan Asia Tenggara tetap dijalankan.

Para peneliti dari Harvard dan Greenpeacce menyatakan kebutuhan listrik di Asia Tenggara diprediksi naik secara mengejutkan, yaitu 83 persen antara tahun 2011 dan 2035. Angka ini dua kali lipat dibanding rata-rata global.

Beberapa negara dunia seperti Amerika Serikat, Eropa, Cina, dan India, sudah mulai mengalihkan penggunaan energi batu bara ke energi baru dan terbarukan. Sementara negara-negara di Asia Tenggara masih berupaya memenuhi kebutuhan energi tersebut melalui pembangkit listrik tenaga batu bara.

Kepala riset dari Universitas Harvard untuk proyek penelitian ini, Shannon Koplitz mengungkapkan, ketergantuan negara-negara berkembang di Asia Tenggara terhadap batu bara akan membawa dampak buruk bagi kualitas udara dalam jangka panjang. Kondisi tersebut juga membahayakan kesehatan masyarakat.

Para peneliti pun mempelajari dampak berkembangnya penggunaan batu bara di kawasan Asia Tenggara dan Timur. Studi yang dilakukan Harvard dan Greenpeace tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi, populasi, serta migrasi urban, yang menyebabkan naiknya kebutuhan energi. (Databoks: Harga Batu bara Meroket Sepanjang 2016)

Jumlah pembangkit listrik di Indonesia diperkirakan tumbuh dua kali lipat, dari 147 menjadi 323. Sementara itu, Myanmar akan mengalami pertumbuhan hingga lima kali, dari tiga menjadi 16.

Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tahun 2016-2025. Peran batu bara masih dangat besar dalam bauran energi nasional, yakni hingga 30 persen. Peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23 persen, minyak bumi kurang dari 25 persen, dan gas bumi minimal 22 persen.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...