BNI Alokasikan Rp 6 Triliun untuk Biayai Proyek LRT Jabodebek

Miftah Ardhian
10 Maret 2017, 14:35
LRT
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) siap ikut serta dalam membiayai proyek kereta ringan Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek). Sebanyak Rp 6 triliun pagu kredit disiapkan untuk mendanai proyek tersebut.

Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni mengatakan, pihaknya bersama dengan bank BUMN lain yakni Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) ditugaskan pemerintah mengucurkan kredit sindikasi untuk proyek infrastruktur LRT Jabodebek. Dengan penugasan tersebut, BNI siap menyediakan pagu kredit sebesar Rp 6 triliun. "Kurang lebih sebesar Rp 6 triliun itu untuk proyek LRT," katanya di Jakarta, Jumat (10/3).

Advertisement

(Baca: Jadi Investor LRT, KAI Akan Disuntik Modal Negara Rp 5,6 Triliun)

Namun, dia menambahkan, alokasi untuk kredit sindikasi tersebut bisa saja berbubah. Alasannya, pendanaan proyek LRT dari perbankan sebesar Rp 18 triliun itu biasanya dibagi rata di antara tiga bank BUMN. Tapi, jika ada perbankan swasta yang turut berminat membiayai proyek tersebut, BNI siap menurunkan besaran kucuran kreditnya.

"Selain itu, dari kebutuhan dana Rp 18 triliun ini bisa kami bagi proporsional dari besarnya aset (tiga bank BUMN)," ujarnya.

Yang jelas, Baiquni menyatakan, BNI masih memiliki ruang yang cukup untuk membiayai proyek LRT Jabodebek. Apalagi, bank pelat merah ini memang memasang target pertumbuhan kredit untuk sektor infrastruktur sebesar 20 persen tahun ini. Jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit infrastruktur BNI tahun lalu yang sebesar 35 persen.

Seperti diketahui, pemerintah berencana memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5,6 triliun pada PT Kereta Api Indonesia (KAI). Dengan begitu, perusahaan pelat merah ini dapat menjadi investor sekaligus operator proyek LRT Jabodebek.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan, PMN untuk KAI kemungkinan akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017 atau APBN 2018. Artinya, proses ini harus lebih dulu melewati pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Tapi kami memang inginnya bisa dilakukan paling tidak pada 2018," katanya. 

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement