Politikus Pimpin BPK, Pegiat Antikorupsi Desak Revisi Undang-Undang

Desy Setyowati
10 April 2017, 17:04
BPK
Arief Kamaludin|KATADATA
BPK

Pegiat antikorupsi kembali mendesak revisi Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemicunya, terpilihnya politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Isma Yatun menjadi Anggota BPK. Kehadiran Isma Yatun menambah deretan panjang politikus yang menduduki kursi petinggi di lembaga auditorat negara tersebut.

“Mengecewakan hasilnya. Terpilihnya anggota BPK terafiliasi dengan parpol (partai politik) baik kader langsung maupun anggota keluarga pengurus parpol bakal menggerus kemandirian, independensi dan integritas lembaga BPK,” kata Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam kepada Katadata, akhir pekan lalu. 

Dengan masuknya Isma Yatun maka empat dari sembilan kursi petinggi BPK diduduki orang terafiliasi parpol. Mereka yaitu Ketua BPK Harry Azhar Azis (mantan politikus Partai Golkar), Anggota IV BPK Rizal Djalil (mantan politikus Partai Amanat Nasional), Anggota VII BPK Achsanul Qosasi (mantan politikus Partai Demokrat), dan Isma Yatun (politikus PDIP).

Selain itu, ada juga Agung Firman Sampurna yang menjabat Anggota I BPK. Ia tidak secara langsung terafiliasi parpol, namun di jalur keluarga ia merupakan putra politikus senior Partai Golkar Kahar Muzakir. (Baca juga: Terbukti Langgar Etik, Harry Azhar Didesak Mundur dari Ketua BPK)

Menurut Roy, terpilihnya Isma Yatun menunjukkan adanya tren untuk memertahankan komposisi kader parpol di BPK. Kondisi ini membuat hasil audit rawan jadi alat politik. “Kami berharap anggota BPK itu yang punya kapabilitas dalam konteks audit atau kerja-kerja BPK, dua itu sangat penting. Tapi ini dikesampingkan. Jadi ini mengancam akuntabilitas BPK,” ujarnya.

Tak tanggung-tanggung, dalam pemilihan Anggota BPK di Komisi Keuangan DPR pekan lalu, Isma Yatun tercatat mengalahkan sederet auditor utama BPK dan seorang petinggi Direktorat Jenderal Pajak. (Baca juga: Isma Yatun, Politikus PDI Perjuangan Jadi Anggota Baru BPK)

Maka itu, Roy kembali mendesak agar pemerintah dan DPR menyegerakan revisi Undang-Undang BPK. Revisi diperlukan untuk mengubah proses pemilihan Anggota BPK. Selama ini, pemilihan Anggota BPK hanya melalui uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di Komisi Keuangan DPR.

Selain itu, ia menilai perlu juga ditambahkan pasal yang mengatur bahwa seseorang baru bisa melamar menjadi anggota BPK setelah dua tahun berhenti sebagai kader parpol. “Jadi pasalnya harus diubah kalau kita tidak ingin kader aktif parpol menghuni BPK,” ujarnya.

Adapun, revisi UU BPK tercatat masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2017 atas inisiatif pemerintah. Namun, pembahasannya memang belum dimulai. 

“Kenapa enggak boleh kader parpol? Secara logika, gimana bisa mandiri kalau ada unsur kepentingan di dalam. Tapi di UU (BPK) tidak mensyaratkan hal itu, yang ada kalau dia terpilih baru dia mundur dari DPR. Harusnya tidak begitu,” ujarnya. Revisi UU BPK juga diharapkan bisa memberi ruang bagi kandidat dari internal BPK untuk menduduki posisi pucuk di lembaga tersebut.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...