Pengelolaan Industri Ekstraktif: Transparansi Menjadi Kunci

Nur Farida Ahniar
12 Juni 2017, 15:10
Tambang Batu Bara
Donang Wahyu | KATADATA

Industri pertambangan selama ini kerap dipersepsikan negatif lantaran banyaknya permasalahan yang kerap membelit. Mulai dari izin bermasalah, tunggakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), eksploitasi berlebihan, perusakan lingkungan, pertambangan ilegal hingga ladang korupsi para pemburu rente.

Sebut saja misalnya banyaknya kasus perizinan yang bermasalah. Berdasarkan data Kementerian ESDM per 30 Januari 2017, terdapat 9.443 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Sebanyak 6.240 IUP telah melakukan perbaikan dan 3.203 masih bermasalah atau berstatus non clear and clean (CnC).

Izin Usaha Pertambangan
Izin Usaha Pertambangan (Katadata)

Begitupun dengan persoalan tunggakan PNBP. Hingga Februari 2017, jumlah tunggakan PNBP dari industri tambang yang ditaksir mencapai Rp 5,07 triliun. Jumlah itu berkurang Rp 19,93 triliun dari perhitungan akhir 2016 yang mencapai Rp 25 triliun.

Tunggakan PNBP
Tunggakan PNBP (Katadata)

Angka tunggakan tersebut belum termasuk data yang dilansir oleh koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas sumber daya ekstraktif Indonesia, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Menurut PWYP, Indonesia kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 235 triliun selama periode 2003-2014.

Potensi kehilangan pendapatan ini disebabkan oleh praktik penghindaran pajak usaha pertambangan mineral dan batu bara. Ribuan perusahaan tambang disinyalir tak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) sehingga tak pernah melaporkan surat pemberitahuan pajak. Akibatnya, royalti dan iuran tahunan yang menjadi kewajiban perusahaan menjadi tidak jelas.

Data Kementerian Keuangan mencatat pada 2011, ada 3.037 wajib pajak sektor tambang yang menyerahkan surat pemberitahuan (SPT) pajak dan 2.964 wajib pajak tidak melaporkan. Namun pada 2015, situasinya semakin buruk, yakni 2.577 wajib pajak yang menyampaikan SPT dan 3.642 wajib pajak lainnya tidak melaporkan SPT.

Tak hanya tambang, sektor industri minyak dan gas juga tak lepas dari persepsi negatif. Sejumlah masalah kerap mengemuka, seperti ketidakadilan bagi hasil antara pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, dengan kontraktor migas.

Kesan negatif tersebut muncul tidak lepas dari minimnya transparansi di industri migas, pertambangan dan mineral, atau dikenal dengan sektor ekstraktif. Menurut mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas, tertutupnya pengelolaan tambang dan migas menimbulkan kecurigaan berbagai pemangku kepentingan. Misalnya dari pemerintah, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga masyarakat akar rumput.

Jalan keluarnya terletak pada transparansi pengelolaan. “Untuk mengurangi rasa curiga, transparansi menjadi kunci,” ujar Erry kepada Katadata. Transparansi akan memberikan sejumlah dampak positif lain seperti memicu investasi karena meningkatkan kepercayaan bagi investor. Dengan transparansi, kejelasan pemberian izin atau kewajiban terhadap pemerintah juga terjamin.

Pengalaman di banyak negara menunjukkan pengelolaan sumber daya alam yang disertai transparansi dan akuntabilitas telah berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi, serta menurunkan risiko korupsi dan konflik. Hal itu dikemukakan oleh Patrick Heller, Kepala Program Hukum dan Ekonomi dari Natural Resource Governance Institute (NRGI) dan Associate Professor dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Poppy Ismalina.

Kedua pakar ini mendesak pemerintah meningkatkan transparansi proses perizinan di sektor tambang dan migas. Menurut mereka, masih banyak ketidakjelasan proses perizinan dari pemerintah daerah. Secara umum, informasi yang tersedia bagi publik masih sangat sedikit. Peningkatan transparansi proses perizinan dapat memberi kepastian untuk mendapatkan skema perjanjian yang paling menguntungkan bagi pemerintah.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...