Tak Dapat Cabut Perda, Kemendagri Susun Indeks Ketaatan Daerah

Asep Wijaya
21 Juni 2017, 11:04
Kementerian Dalam Negeri
ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Dirjen Otonomi Daerah Soni Sumarsono dalam rapat di DPR, (6/12/2016)

Kementerian Dalam Negeri akan menyusun Indeks Ketaatan Daerah (IKD) dalam upayanya menertibkan peraturan daerah (perda) bermasalah. Langkah ini diambil setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang mencabut kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam membatalkan perda.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Soni Sumarsono, mengatakan Indeks Ketaatan Daerah (IKD) akan mengukur kepatuhan pemerintah daerah (pemda) dalam menerbitkan regulasi yang sesuai dengan aturan yang lebih tinggi atau sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.

“Kami akan kategorikan mana pemda yang masuk zona merah, kuning dan hijau, di mana merah berarti pemda tidak patuh terhadap UU yang lebih tinggi,” kata Soni kepada Katadata, Selasa (20/6).  Tahun lalu, kemendagri mempublikasikan 3.143 peraturan yang dianggap bermasalah dan akan batalkan atau direvisi oleh pemerintah pusat.

(Baca: Pusat Tak Bisa Batalkan Perda, Paket Ekonomi Jokowi Akan Terhambat)

Soni mengatakan pada akhir Juli 2017, konsep IDK sudah matang. Sebelum memberikan label buruk, kata dia,  kementerian akan memberikan peringatan pertama dan kedua kepada pemda yang regulasinya tak sinkron dengan pemerintah pusat.

Kemendagri akan melayangkan peringatan pertama apabila menemukan salah satu pasal yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Lewat peringatan pertama, mereka meminta kepala daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk merevisi atau mencabut perda. Kemendagri akan memberi petunjuk perihal pasal yang bermasalah.

“Kalau sebelum ada putusan MK kan kami bisa langsung “tebang” sendiri regulasi yang bermasalah, tapi sekarang kan pihak pemda yang punya bulldozer untuk memangkas perdanya sendiri,” kata Soni.

Apabila peringatan pertama diabaikan, kementerian akan mengeluarkan peringatan kedua. Bila masih tak mendapatkan respons, pemerintah berharap masyarakat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.

Halaman:
Reporter: Asep Wijaya
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...