Instruksi Dirjen Pajak: Sandera Minimal Satu Penunggak Sehari

Desy Setyowati
14 Juli 2017, 15:18
Ken pajak
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Direktorat Jenderal Pajak bakal menggencarkan penyanderaan alias gizjeling untuk memaksa wajib pajak melunasi tunggakannya. Upaya tersebut dilakukan lantaran institusi harus mencari tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 20 triliun.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, dirinya terpaksa mendorong pemeriksaan dan penagihan, termasuk menggencarkan gizjeling lantaran pemerintah dan DPR menyepakati penurunan target pajak dalam anggaran perubahan 2017 hanya sebesar Rp 30 triliun, dari usulan Rp 50 triliun. Maka itu, institusinya harus mencari tambahan Rp 20 triliun. 

Menurut Ken, dirinya sudah menginstruksikan 341 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau seluruh KPP untuk melakukan gizjeling minimal satu penunggak pajak sehari. "Dalam rangka memenuhi target penerimaan yang sekarang ditambah Rp 20 triliun, mau tak mau, saya perintahkan semua KPP setiap hari harus ada satu yang disandera," kata dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (14/7).

Dengan penambahan target Rp 20 triliun, maka target penerimaan dari pemeriksaan dan penagihan menjadi Rp 79,5 triliun tahun ini. Adapun sepanjang enam bulan pertama 2017, Ditjen Pajak sudah mengumpulkan sebesar Rp 28 triliun. Ini artinya, masih kurang Rp 51,5 triliun.

Meski demikian, Ken menekankan bahwa gizjeling adalah upaya penagihan yang terakhir. Ia juga menerangkan bahwa upaya penegakan hukum (law enforcement) hanya dilakukan terhadap wajib pajak yang kasusnya sudah inkrah. Dengan demikian, data yang digunakan Ditjen Pajak sudah valid dan sudah jelas menunjukkan yang bersangkutan bersalah. "Untuk penuhi target kami tidak ngawur,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji menambahkan, dirinya sudah memiliki data dari amnesti pajak dan pihak ketiga untuk melakukan penegakan hukum. Bahkan, dirinya sudah mendapat laporan mengenai perilaku wajib pajak yang menyimpang, seperti menerbitkan faktur pajak fiktif atau membuat laporan palsu untuk mendapat restitusi. 

Adapun dari hasil pengkajian terhadap data amnesti pajak, pihaknya menemukan ada 46,7 ribu peserta yang deviasi antara pajak yang dibayarkan dengan omzetnya tidak berubah. Sebanyak 5.528 di antaranya diduga melakukannya dengan sengaja. "Padahal di data kami, seharusnya berubah. Dari data itu, kami siapkan pegawai (pajak) untuk lakukan pemeriksaan," ujar dia. (Baca juga: Sri Mulyani Bidik Dana WNI Rp 1.000 Triliun, Singapura Siap Kerja Sama)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...