Penyesuaian PTKP Berdasarkan Upah Minimum Menuai Pro Kontra

Desy Setyowati
21 Juli 2017, 06:00
SPT
Arief Kamaludin|KATADATA

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah mengkaji upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak, termasuk dengan mengubah ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Salah satu opsi yang mencuat yaitu menyesuaikan besaran PTKP dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Politisi dan pengamat pajak menanggapi beragam ide tersebut.

Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai, ide pemerintah tersebut tidak ideal. Sebab, PTKP di sejumlah daerah bakal lebih kecil. Alhasil, masyarakat berpenghasilan rendah bakal harus membayar pajak. Ujung-ujungnya, daya beli masyarakat bakal menurun.

"Kalau ini disamakan dengan UMP, dampak untuk menciptakan pemerataan pendapatan akan berkurang. Karena semakin kecil PTKP, mereka yang pendapatan rendah akan terjangkau pajak," kata dia di sela-sela Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/7).

Ia pun mendukung besaran PTKP saat ini yang sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Bahkan, kalau bisa dinaikkan lagi. Harapannya, pendapatan yang dimanfaatkan masyarakat untuk berbelanja atau daya beli bisa meningkat sehingga memacu perekonomian. Ia pun mengingatkan, 57 persen ekonomi Indonesia digerakkan konsumsi masyarakat.

Selain itu, tingginya PTKP juga dimaksudkan untuk subsidi silang. Artinya, masyarakat berpenghasilan tinggi membayar pajak untuk ikut membangun negeri dan menyejahtarakan penduduk berpendapatan rendah. "Kalau penerimaan (pajak) naik tapi (masyarakat berpenghasilan rendah) harus bayar pajak, daya beli masyarakat merosot. Saya rasa itu tidak ideal,” ujarnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA ) Yustinus Prastowo justru mendukung ide penyesuaian PTKP. Sebab, kenaikan PTKP sebelumnya telah menggerus penerimaan negara dan tidak tepat sasaran. Tahun lalu, pemerintah menaikkan PTKP sebesar 50% menjadi Rp 4,5 juta per bulan atau sebesar Rp 54 juta per tahun. 

"Kebijakan ini menggerus penerimaan negara sekitar Rp 18 triliun dan tidak tepat sasaran karena kenaikan PTKP juga dinikmati kelompok masyarakat berpenghasilan menengah atas," kata dia. (Baca juga: Utang Pemerintah Bengkak, Ekonom: Tanpa Berutang, Pajak Naik)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...