Kementerian ESDM Bantah Smelter Nikel Rugi Akibat Aturan

Anggita Rezki Amelia
24 Juli 2017, 10:43
Kementerian ESDM
Arief Kamaludin | Katadata

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 menjadi biang keladi meruginya pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel. Ini menanggapi pernyataan Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) Jonatan Handjojo yang menyebut puluhan smelter terancam tutup sejak aturan itu berlaku.

Menurut Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi dan Kerja sama Kementerian ESDM Sujatmiko, industri smelter nikel merugi akibat turunnya harga jual. Penurunan harga ini juga karena permintaan nikel pada industri stainless steel di kuartal kedua 2017 melemah.

Advertisement

(Baca: 23 Smelter Nikel Terancam Tutup Akibat Kebijakan Ekspor Mineral)

Faktor lainnya yakni harga produksi pabrik smelter nikel juga meningkat, sehingga membuat keekonomian semakin tertekan. Harga coking coal (kokas) meningkat dari US $100/ton di Desember 2016 menjadi US $200/ton pada Mei 2017.

Kokas diketahui menjadi sebagai salah satu komponen utama pada struktur biaya dalam proses pengolahan dan pemurnian nikel dengan teknologi blast furnace. Besarannya diperkirakan mencapai 40% dari total biaya produksi.

Kedua faktor itu lah yang menjadi penyebab industri smelter merugi. "Tidak tepat jika PP No. 1 Tahun 2017 menimbulkan kerugian bagi pengusaha smelter nikel sehingga menyebabkan ditutupnya operasi produksi smelter nikel di tanah air.," kata Sujatmiko dikutip dari keterangan resminya, Senin (24/7).

Sujatmiko mengatakan risiko turunnya harga nikel ini memang tidak bisa terelakan. Alasannya tidak ada satu organisasi atau negara yang dapat menentukan atau mengontrol harganya. Hal ini terjadi juga di komoditas mineral dan batubara.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement