Miryam Keberatan Pengadilan Tipikor Adili Kasus Keterangan Palsu

Dimas Jarot Bayu
24 Juli 2017, 13:45
Anggota DPR dari fraksi Hanura, Miryam S Haryani
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Miryam S Haryani (tengah) berjalan keluar ruangan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/5).

Anggota DPR RI dari Fraksi Hanura, Miryam S Haryani menyampaikan nota keberatan atas dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (24/7). Nota keberatan atau eksepsi disampaikan terkait kasus pemberian keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Dalam eksepsi, pengacara Miryam merasa perbuatan yang didakwakan jaksa berada di luar yurisdiksi Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor. Pengacara mengganggap kasus Miryam merupakan kasus tindak pidana umum sehingga tidak dapat diproses dalam semua tingkat pemeriksaan, mulai penyidikan, penuntutan, dan peradilan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement

"Akibat hukum yang melekat dalam kasus ini, hak jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Miryam S. Haryani dalam perkara ini gugur demi hukum," kata pengacara Miryam, Heru Andeska di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/7).

Pengacara pun meminta majelis hakim dapat mengabulkan eksepsi dengan menyatakan surat dakwaan batal demi hukum atau tidak dapat diterima. Majelis hakim juga diminta membebaskan Miryam dari seluruh dakwaan.

(Baca: Beri Keterangan Palsu Kasus e-KTP, Miryam Terancam Bui 12 Tahun)

"Meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan gugur hak jaksa penuntut umum melakukan penuntutan dalam perkara ini atau demi hukum peristiwa pidana yang didakwakan tidak dapat dituntut," tutur Heru.

Sebelumnya, jaksa mendakwa Miryam dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 22. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement