Pelaporan Pajak E-Commerce Bakal Diubah, Bukan Self Assessment

Desy Setyowati
4 September 2017, 21:21
Digital e-commerce
Arief Kamaludin | KATADATA

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sedang menggodok mekanisme baru pelaporan pajak untuk pelaku usaha perdagangan online atau e-commerce. Mekanismenya kemungkinan bakal berbeda dengan yang berlaku selama ini yaitu self assessment atau penilaian diri sendiri.

"Ini yang akan kami formulasikan adalah mekanisme yang mungkin agak berbeda dengan self assessment. Karena self assessment banyak yang enggak mau lapor," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (4/9). (Baca juga: Pengusaha Tunggu Kiprah Jack Ma Sebagai Penasihat e-Commerce)

Adapun jenis pajak yang diberlakukan tetap sama yaitu pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Ia pun menekankan, wajib pajak yang memeroleh keuntungan di dalam negeri maka akan dikenakan pajak, termasuk Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM).

Sementara itu, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan pada prinsipnya pajak untuk e-commerce mengedepankan asas kepastian hukum, keadilan, kesederhanaan, dan netralitas. Ditjen Pajak ingin memastikan ada aspek keadilan antara pedagang yang konvensional maupun yang secara online.

"Dijaga level of playing field (level persaingannya) dengan yang lainnya," kata John. Namun, yang jelas, pengusaha pemula (start up) baik konvensional ataupun online, jika tergolong UMKM maka mendapat tarif yang rendah. (Baca juga: Kemenkeu Kaji Penurunan Pajak UMKM untuk Dorong Kepatuhan Pajak)

Ia menambahkan, ke depan, Ditjen Pajak akan mengikuti rekomendasi dari tax force yang dibentuk oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk ekonomi digital. Ada tiga jenis pajak yang direkomendasikan yaitu pemotongan, equalization levy seperti yang diterapkan di India, ataupun diverted profit tax seperti yang dilakukan di Inggris dan Australia.

Saat ini, Ditjen Pajak bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan tengah mengembangkan model pajak untuk e-commerce yang cocok di Indonesia. "Pajak e-commerce berdasarkan ketentuan yang berlaku. Apakah PPh atau tax treaty (perjanjian perpajakan)? Sepanjang ia penuhi persyaratan di tax treaty. Badan Usaha Tetap (BUT) bisa jadi sumber kami untuk memajaki wajib pajak yang memeroleh penghasilan di Indonesia," kata dia.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...